Senin, 23 Maret 2015

MAKALAH TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN (Teori Belajar Alternatif Konstruktivisme)



A.    PENDEKATAN DARI TEORI KONTRUKTIVISME
1.      Sejarah Kontruktivisme
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam memahami informasi-informasi baru.
Empat kunci yang diturunkan dari teori ini adalah pertama, penekanannya pada hakikat sosial dari pembelajaran yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Kedua, zona perkembangan terdekat atau zone of proximal development yaitu bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. ketiga, pemagangan kognitif atau cognitife apprenticeship yaitu proses dimana seseorang tahap demi tahap berkesepakatan dalam belajar dengan seseorang apakah seorang yang dewasa atau teman sebaya yang lebih tinggi. Dan yang keempat adalah scaffolding atau mediated learning yaitu siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks sulit, dan realistic dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugasnya.

2.      Konsep Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
a.       Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
b.      Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c.       Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d.      Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
e.       Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
f.       Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.


B.     Pengertian, Tujuan dan Sasaran
1.      Pengertian dari Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Hasil belajar bergantung pada pengalaman dan perspektif yang dipakai dalam interpretasi pribadi. Sebaliknya, fungsi pikiran menginterpretasi peristiwa, obyek, perspektif yang dipakai, sehingga makna hasil belajar bersifat individualistik. Suatu kegagalan dan kesuksesan dilihat sebagai beda interpretasi yang patut dihargai dan sukses belajar sangat ditentukan oleh kebebasan siswa melakukan pengaturan dari dalam diri siswa.
Untuk mendukung kualitas pembelajaran maka sumber belajar membutuhkan data primer, bahan manipulatif dengan penekanan pada proses penalaran dalam pengambilan kesimpulan. Sistematika evaluasi lebih menekankan pada penyusunan makna secara aktif, keterampilan intergratif dalam masalah nyata, menggali munculnya jawaban divergen dan pemecahan ganda. Evaluasi dilihat sebagai suatu bagian kegiatan belajar mengajar dengan penugasan untuk menerapkan pengetahuan dalam konteks nyata sekaligus sebagai evaluasi proses untuk memecahkan masalah
Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran  yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.

2.      Tujuan dari Teori Belajar Konstruktivisme
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
a.       Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri    pertanyaannya.
c.       Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
d.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e.       Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

3.      Sasaran
a)      Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
a.       Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
b.      Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
c.       Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
d.      Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
e.       Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
f.       Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
g.      Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
h.      Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
i.        Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
j.        Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
k.      Menekankan bagaimana siswa belajar
l.        Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
m.    Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
n.      Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
o.      Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
p.      Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
q.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata
b)     Peranan Teori Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparka tentang penerapan di kelas.
a.       Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver).
b.      Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
c.       Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya
d.      Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas
e.       Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata
f.       Guru memberikan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya.
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.

C.    PENGGUNAAN SAAT PROSES PEMBELAJARAN
1.      Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivisme
Menurut cara pandang teori konstruktivisme bahwa belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki pengalaman jika pengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat. Penekanan teori konstruktivisme bukan pada membangun kualitas kognitif, tetapi lebih pada proses untuk menemukan teori yang dibangun dari realitas lapangan.
Belajar bukanlah proses tekonologisasi (robot) bagi siswa, melainkan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan sehingga proses pembelajaran tidak hanya meyampaikan materi yang bersifat normatif (tekstual) tetapi juga harus juga menyampaikan materi yang bersifat kontekstual.
Teori konstruktivisme membawa implikasi dalam pembelajaran yang harus bersifat kolektif atau kelompok. Proses sosial masing-masing siswa harus diwujudkan. Keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh peran sosial yang ada pada diri siswa. Dalam situasi sosial akan terjadi situasi saling berhubungan, terdapat tata hubungan, tata tingkah laku dan sikap di antara sesama manusia. konsekuensinya, siswa harus memiliki keterampilan untuk menyesuaikan diri (adaptasi) secara tepat.
Dalam kaitannya dengan ini, Bettencourt (1989) mengemukakan bahwa ada tiga penekanan dalam teori belajar kontruktivisme yaitu:
a.       peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara makna
b.      pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna
c.       mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima
Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah lebih sebagai fasilitator atau moderator. Artinya guru bukanlah satu-satunya sumber belajar yang harus selalu ditiru dan segala ucapandan tindakannya selalu benar, sedang murid sosok manusia yang bodoh, segala ucapan dan tindakannya tidak selalu dapat dipercaya atau salah. Proses pembelajaran seperti ini, cendrung menempatkan siswa sebagai sosok manusia yang pasif, statis dan tidak memiliki kepekaan dalam memahami persoalan.
Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, Sanjaya (2008: 23-24) berpendapat bahwa ada beberapa yang harus dipahami, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber pembelajaran yaitu:
a.       Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman akan fungsi media tersebut diperlukan, belum tentu semua media cocok digunakan untuk mengajarkan semua semua bahan pelajaran. Setiap media memiliki karakteristik tersendiri
b.      Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media. Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan memudahkan proses pembelajaran, sehingga akan tercapai secara optimal.
c.       Guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar.
d.      Guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
Posisi siswa dalam pembelajaran menurut falsafah atau teori konstruktivisme adalah siswa harus aktif, kreatif dan kritis. konsekuensi utamanya guru sebelum memberikan materi pembelajaran harus mengetahui kemampuan awal siswa, jangan siswa dalam belajar berawal dari pemhaman yang kosong.
Peran guru dan siswa dalam pembelajaran konstruktivtistik harus diubah. Dalam hal ini, guru atau pendidik berperan sebagai seseorang yang berperan memberdayakan seluruh potensi siswa agar siswa mampu melaksanakan proses pembelajaran. Guru bertugas tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan berusaha memberdayakan seluruh potensi dan sarana yang dapat membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
Sementara itu, peran siswa menurut pandangan konstruktivisme bahwa siswa dalam proses pembelajaran harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberikan makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Paradigma konstruktivisme memandang bahwa siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Siswa dipahami pribadi yang memiliki kebebasan untuk membangun ide atau gagasan tanpa harus diintervensi oleh siapapun, siswa diposisikan manusia dewasa yang sudah memiliki modal awal pengetahuan.
2.      Penerapan Pembelajaran Konstruktivisme
a)      Discovery Learning,
Dalam model ini, siswa didorong untuk belajar sendiri, belajar aktif melalui konsep konsep, prinsip-prinsip, dan guru sebagai motivatornya.
1.      Guru mengidentifikasi kurikulum. Selanjutnya memandu pertanyaan, menyuguhkan teka-teki, dan menguraikan berbagai permasalahan.
2.      Pertanyaan yang fokus harus dipilih untuk memandu siswa ke arah pemahaman yang bermakna. Siswa lalu memformulasikan jawaban sementara (hipotesis).
3.      Mengumpulkan data dari berbagai sumber yang relevan, dan menguji hipotesis.
4.      Siswa membentuk konsep dan prinsip.
5.      Guru memandu proses berfikir dan diskusi siswa, untuk mengambil keputusan.
6.      Merefleksikan pada masalah nyata dan mengolah pemikiran guna menyelesaikan masalah.
Proses ini mengajarkan siswa untuk memahami isi dan proses dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata lain, siswa belajar menyelesaikan masalah, mengevaluasi solusi, dan berpikir logis.
b)     Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam model ini, siswa dihadapkan pada masalah nyata yang bermakna untuk mereka. Persoalan sesungguhnya dari pembelajaran berbasis masalah adalah menyangkut masalah nyata, aksi siswa, dan kolaborasi diantara mereka untuk menyelesaikan masalah.

1.      Guru memotivasi diri siswa, dan mengarahkannya kepada permasalahan.
2.      Guru membantu siswa dengan memberi petunjuk tentang literatur yang terkait masalah, dan mengorganisirnya untuk belajar dengan membuat kelompok kerja.
3.      Guru menyemangati siswa untuk mencari lebih banyak literatur, melakukan percobaan, membuat penjelasan untuk menemukan solusi. Setelah itu, secara mandiri, kelompok kerja siswa melakukan penyelidikan.
4.      Kelompok kerja siswa mempresentasikan hasil temuannya, baik itu berupa laporan, video, model, dan dibantu guru dalam mendiskusikannya.
5.      Kelompok kerja siswa menganalisis, dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah. Pada bagian ini pula, guru membantu siswa dalam merefleksikannya.
Pada model ini, guru dan siswa bersama-sama dalam proses, sesuai dengan porsinya. Mereka bersama - sama untuk mengkaji, membaca, menulis, meneliti, berbicara, guna menuju pada penyelesaian masalah selayaknya dalam kehidupan yang nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Nurani. Yuliani 2013. Konsep Dasar Pendidikan Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.
Suciati.2001. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta : Universitas Terbuka (PAU-PPAI-UT)
Harjanto.2000. Perencanaan Pengajaran. Jakarta:PT. Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar