Kamis, 19 Desember 2013

Makalah Ulumul Hadits (Periodesasi Penghimpunan Hadis pada Abad ke-2 H sampai Abad ke-3 H)

BAB I
PENDAHULUAN
Hadis adalah Sumber hukum islam yang pertama setelah Alquran. Selain berkedudukan sebagai sumber, ia juga berfungsi sebagai penjelas, pemerinci, dan penafsir Alquran. Berdasarkan hal ini, maka kajian tentang hadis memiliki kedudukan yang pertama didalam studi ilmu-ilmu sumber didalam islam. Sejarah dan periodesasi penghimpunan hadis mengalami masa yang lebih panjang dibandingkan dengan yang dialami oleh Alquran, yang hanya memerluakanwaktu relative lebih pendek, yaitu sekitar 15 tahun saja. Penghimpunan dan pengkodifikasian hadis memerlukan waktu sekitar 3 abad.
Yang dimaksud dengan periodisasi penghimpunan hadis disini adalah: “ fase-fase yang telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan dan perkembangan Hadis, sejak rasulullah Saw masih hidup samapai terwujudnya kitab-kitab yang dapat disaksikan dewasa ini. Para Ulama dan ahli Hadis, secara bervariasi membagi periodesasi penghimpunan dan pengkodifikasian Hadis tersebut berdasarkan perbadaan pengelompokan data sejarah yang mereka miliki serta tujuan yang hendak mereka capai.
Oleh karena itu kami akan membahas tentang “ Periodesasi Penghimpunan Hadis pada Abad ke-2 H sampai Abad ke-3 H”.
Dengan disusunnya makalah ini, kami berharap dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada teman-teman tentang pembahasan kami tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
Periodesasi Penghimpunan Hadis Pada Abad ke-2 H Sampai Abad ke-3 H
A.    Periodesasi Perhimpunan Hadis pada abad ke-2 Hijriah
Pada periode ini hadis-hadis Nabi Saw mulai ditulis dan dikumpulkan secara resmi. Umar Ibn’ Abd Al-Aziz adalah  seorang khalifah dari Dinasti Umayyah yang mulai memerintah dipenghujung abad I Hijriah, Merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah bagi penghimpunan dan penulisan hadis Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan didalam catatan dan hapalan para sahabat dan tabi’in.Hal tersebut dirasakannya begitu mendesak, karena pada masa itu wilayah kekuasan islam telah meluas sampai kedaerah-daerah diluar jazirah Arabia, Disamping para sahabat sendiri, yang hapalan dan catatan-catatan peribadi mereka mengenai hadis nabi merupakan sumber rujukan bagi ahli hadis ketika itu, Sebagian besar telah meninggal dunia karena faktor usia dan akibat banyaknya terjadi peperangan. Dan pada masa itu, yaitu awal pemerintahan ‘Umar Ibn’Abd Al-Aziz, Hadis masih belum dibukukan secara resmi.1
1.      Faktor-faktor yang mendorong pengumpulan dan pengkodifikasian Hadis
Ada beberapa faktor yang mendorong ‘Umar Ibn ‘Abd Al-Aziz mengambil inisiatif untuk memerintahkan para gubernur dan pembantunya saat itu untuk mengumpulkan dan menulisakan hadis diantaranya adalah:
·         Pertama, Tidak adanya lagi penghalang untuk menuliskan dan membukukan Hadis, yaitu kehawatiran bercampurnya hadis dengan A-Qur’an karena Saw ketika itu telah dibukukan dan telah disebar luaskan.
·         Kedua, Munculnya kehawatiranakan hilang dan lenyapnya hadist karena banyaknya para sahabat yang telah meninggal dunia akibat usia lanjut atau karena seringnya terjadi peperangan.

                                         
1.Nawir Yuslem, Ulumul hadis (Jakarta:Mutiara Sumber Widya, 2001), H:126.

·         Ketiga, Semakin maraknya kegiatan pemalsuan Hadis yang dilatar belakangi oleh perpecahan politik dan perbadaan majhab dikalangan umat islam. Keadaan ini apabila dibiarkan terus menerusakan merusak kemurnian ajaran islam, Sehingga upaya untuk menyelamatkan Hadis dengan cara pembukuannya setelah melalui seleksi yang ketat harus segera dilakukan.
·         Keempat, Karena telah semakin luasnya daerah kekuasaan islam disertai dengan semakin banyak dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh umat islam, maka hal tersebut menuntut mereka untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dari Hadis Nabi SAW dan selain itu juga dari petunjuk Saw sendiri.

1.      Pemrakarsa Pengkodifikadian Hadis secara resmi dari pemerintah
Peranan Umar bin Abdul Aziz dalam kodifikasi ini sangat besar. Menurut beberapa riwayat, ia turut terlibat mendiskusikan Hadis-Hadis yang sedang dihimpun. Disamping itu, ia sendiri memiliki beberapatulisan tentang Hadis-Hadis yang diterimanya. Pada tahun 100 H , Khalifah Umar bin Abdul Aziz meminta kepada gubernur Madinah, Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazm dengan pesan sebagai berikut:





Artinya: Perhatikanlah apa yang dapat diperoleh dari Hadis Rasul, lalu tulislah, karena aku takut akan lenyap ilmu disebakan meninggalnya ulama dan jangan diterima selain Hadis rasul Saw. Dan hendaklah kalian sebar luaskan ilmu dan adakan majlis-majlis ilmu supaya orang yang tidak dapat mengetahui dapat mengetahuinya.  Sesungguhnya Ilmu itu tidak akan lenyap sehingga ilmu itu dirahasiakan.2


2.Moh.Matsna, Quran Hadis (Jakarta; Karya Toha Putra, 1996), H: 44.

Khalifah menginstruksikan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad Bin Hazm agar mengumpulkan Hadis-Hadis yang ada pada Amrah binti Abddur Rahman Al-anshori, murid kepercayaan Aisyah.Selain kepada Gubernur Madinah, khalifah juga menulis surat kepada gubernur yang lain agar ikut serta mengusahakan pembukuan Hadis. Khalifah juga secara khusus menulis surat kepada Abu bakar Muhammad Bin muslim Bin Ubaidillah bin Syihab az-zuhry. Kemudian Syihab Az-zuhry mulailah melaksanakan perintak khalifah. Peranan para ahli Hadis, khususnya Al-zuhry, sangat dihargai oleh seluruh umat islam, bahkan para ulama memberi komentar, bahwa jika tanpa dia, niscaya banyak Hadis-Hadis yang hilang.3
Ibn Hazm melaksanakan tugas tersebut dengan baik, dan tugas yang serupa juga dilaksanakan oleh Muhammad Ibn Syihab Al-Zuhry ( W.124H), seorang ulama besar di Hijaz dan Syam. Denagan demikian, kedua ulama diataslah yang merupakan pelopor dalam kodifikasi Hadis berdasarkan perintah khalifah ‘Umr ibn Abd Al-aziz.
Dari kedua tokoh diatas, para ulama Hadis cenderung memilih Al-zuhry sebagai kodifikator pertama dari pada Ibn Hazm. Hal ini adalah karena kelebihan Al-zuhry dalam hal berikut:
a.       Al-zuhry dikenal sebagai ulama besar dibidang Hadis dibandingkan dengan yang lainnya,
b.      Dia berhasil menghimpun seluruh Hadis yang ada di Madinah, sedangkan Ibn Hazm tidak demikian,
c.       Hasil kodifikasinya dikirimkan keseluruh penguasa didaerah-daerah sehingga lebih cepat tersebar.
Meskipun Ibn Hazm dan Al-zuhry telah berhasil menghimpun dan mengkodifikasikan Hadis, akan tetapi karya kedua ulama tersebut telah hilang dan tidak bisa dijumpai lagi sampai sekarang. Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukukan Hadis atas anjuran Abu Abbas As-saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah Abbasiyah.Akan tetapi, tak dapat diketahui lagi siapakah ulama yang mula-mula membukukan Hadis sesudah Az-zuhry karena ulama-ulama yang datang sesudah Az-zuhry seluruhnya hidup pada satu zaman.


3.Azhar. Ulumul Hadis ( Medan:Diktat,2010), H :21.

Sekalipun demikian, yang dapat ditegaskan sejarah sebagai pengumpul Hadisadalah :
1.      Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)
2.      Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w.150 H)
3.      Pengumpul pertama dikota Bashrah, Al-Rabi’ Ibn Shabih (w.160 H)
4.      Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w.161 H)
5.      Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza’i  (w.95 H)
6.      Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-188 H)
7.      Pengumpul pertama di Yaman, Ma’mar Al-Azdy (95-153 H)
8.      Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)
9.      Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11-181 H)
10.  Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa’ad (w. 175 H)4

2.      Kitab-kitab Hadis pada abad ke-2 H
Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa kitab yang merupakan hasil kodifikasi pertama sudah hilang dan tidak ditemukan lagi sampai sekarang. Diantara kitab-kitab yang merupakan hasil kodifikasi pada abad ke-2 H yang masih dijumpai sampai sekarang dan banyak dirujuk oleh para ulama adalah:
a.       Kitab Al-Muwaththa’, yang disusun oleh Imam Malik atas permintaan khalifah Abu Ja’far Al-Manshur.
b.      Musnad Al-Syafi’i, karya Imam Al-syafi’i yaitu berupa kumpulan berupa Hadis yang terdapat dalam kitab Al-umm.
c.       Mukhtaliful Hadis, karya Imam Al-syafi’i yang isinya mengandung pembahasan tentang cara-cara menerima Hadis sebagai hujjah dan cara-cara mengkompromikan Hadis yang kelihatannya kontradiktif satu sama lain.
d.       Al-Sirat al- Nabawiyyah, oleh Ibn Ishaq. Isinya antara lain tentang perjalanan hidup Nabi SAW dan peperangan-peperangan yang terjadi pada zaman Nabi.



4.M.Agus Solahudin, Ulumul hadis (Bandung:Pustaka Setia, 2009), H: 40.

3.      Ciri dan Sistem pembukuan Hadis pada abad ke-2 Hijriah
      Diantara ciri kitab-kitab Hadis yang ditulis pada abad ke-2 H ini adalah:
a.       Pada umumnya kitab-kitab Hadis pada abad ini menghimun Hadis-Hadis rasul Saw serta fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in. Yang hanya menghimpun Hadis-Hadis Nabi Saw adalah kitab yang disusun oleh Ibn Hazm. Hal ini sejalan dengan instruksi khalifah umar ibn ‘ Abd Al-Aziz yang berbunyi:


Artinya: Janganlah kamu terima selain dari Hadis Nabi Saw.
b.      Himpunan Hadis pada masa inimasih bercampur baur antara berbagai topik yang ada, seperti yang menyangkut pada bidang Tafsir, Sirah, Hukum, dan sebagainya, dan belum dihimpun berdasarkan topik-topik tertentu.
c.       Didalam kitab-kitab Hadis pada periode ini belum dijumpai pemisahan antara Hadis-Hadis yang berkualitas Shahih, Hasan, dan Dha’if.
Dalam hal membuktikan Hadis, para ulama abad kedua ini tidaklah menyaringnya, tapi mereka memasukkan fatwa-fatwa sahabat bahkan fatwa tabi’in , dengan demikian terdapatlah dalam buku mereka Hadis-Hadis Marfu’, Mauquf, Maqtu’.1
4.      Berkembanganya Hadis palsu dan gerakan Ingkar Sunnah
Pada abad ke-2 H kegiatan pemalsuan Hadis semakin berkembang. Motif pemalsuaan Hadis pada masa ini tidak lagi hanya untuk menarik keuntungan bagi golongannya dan mencela lawan politiknya, tetapi sudah semakin beragam seperti yang dilakukan oleh tukang-tukang cerita dalam rangka menarik minat orang banyak, kaum zindik yang bertujuan untuk meruntuhkan islam dan lain-lain. Uraian secara lebih rinci dan lebih jelas tentang keberadaan Hadis-Hadis palsu ini, akan terlihat pada uraian tentang Hadis palsu dan permasalahnya pada bagian selanjutnya.


1.Nawir Yuslem, Ulumul hadis (Jakarta:Mutiara Sumber Widya, 2001), H:126.
Selain berkembangnya Hadis palsu, pada abad ke-2 H ini muncul pula sekelompok orang yang menolak Hadis.Diantara mereka ada yang menolak Hadis secara keseluruhn, baik Hadis ahad maupun juga Hadis mutawatir, danada yang menolak Hadis ahad saja. Imam al-syafi’i bangkit dan melakukan serangan balik terhadap kelompok yang menolak Hadis ini, yaitu dengan cara mengemukakan bantahan terhadap satu persatu argument yang dikemukakan oleh para penolak Hadis diatas denganmengemukakan  dalil-dalil yang lebih kuat. Oleh karenanya , Imam safi’I diberi gelar “ Nashir al-Hadis” (“Penolong Hadis”) atau “Multazim al-Sunnah”.
B.     Periodesasi Penghimpunan Hadis Pada Abad ke-3 Hijriah
Pada periode ini disebut dengan masa seleksi dan pengembangan sistem penyusunan kitab Hadis atau masa pemurnian dan penyempurnaannya.Yang dimaksud dengan masa seleksi, ialah masa upaya para pakar Hadis melakukan seleksi secara ketat. Masa ini dimulai sekitar akhir abad ke II atau awal abad ke III, atau ketika pemerintahan dipegang oleh dinasti Bani Abbas, khususnya sejak masa Al-Makmum sampai akhir abad ke III atau awal abad ke IV, masa Al-Muqtadir.3 Pada periode ini para ulama Hadis memusatkan perhatian mereka pada pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian Hadis-Hadis Nabi SAWsebagai antisipasi mereka terhadap kegiatan pemalsuan Hadis yang semakin marak.
Pembukuan Hadis mengalami perubahan-perubahan yang sesuai dengan perkembangan kemajuan dan sesuai pula dengan keadaan-keadaan dan suasana.Mula-mula para ulama membukukan Hadis bercampur dengan perkataan para sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in.Di dalam periode ini para ulama memilih Hadis-Hadis Rasul dari perkataan-perkataan sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in.Sesudahgolongan mu’tazilah bergerak menentang ahlul Hadis dan menuduh mereka dengan berbagai macam tuduhan, maka ulama Hadis ada yang berusaha menolak tuduhan-tuduhan itu dan berusaha menjelaskan keadaan Hadis yang disangka musykil, atau bertentangan. Maka jalan-jalan yang ditempuh para ulama dalam periode dalam usaha membukukan Hadis ada tiga cara yaitu:



3.Azhar. Ulumul Hadis ( Medan:Diktat,2010), H :21.

1.      Jalan pertama
Yaitu mengumpul segala kritik-kritik yang dihadapkan oleh ahlul kalam kepada ahlul Hadis, baik yang mengenai pribadi-pribadi ahli Hadis, maupun mengenai matan Hadis itu sendiri.
2.      Jalan kedua
Yaitu jalan mengumpulkan Hadis di bawah nama seorang sahabat, baik Hadis itu shahih, atau pun tidak, walaupun Hadis itu bermacam-macam dan berlain-lainan maudlu’nya. Umpamanya disebut nama “Abu Bakar”, kemudian ditulislah segala Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar.
3.      Jalan ketiga
Yaitu, menurut kitab fiqih dengan diberi bab-babnya. MakaHadis-Hadis yang mengenai suatu masalah ditulis dalam suatu bab dan yang mengenai masalah lain ditulis dalam bab lain.
Abad ke-3 H adalah abad yang paling berbahagia di dalam mendewankan Hadis dan mendekatkannya kepada orang-orang yang mencari Hadis.Dalam masa inilah lahir tokoh-tokoh Hadis yang besar, pengarang kitab Hadis yang ahli, mengkritik perawi-perawi Hadis. Dalam masa inilah lahir Al-Kutubul Khamsah, yaitu: Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan At-turmudzy. Menurut pendapat An-Nawawy, kitab pokok yang lima ini telah mengumpulkan Hadis-Hadis shahih. Hanya sedikit saja yang tidak terkumpul dalam lima kitab itu.5
1.      Upaya melestarikan Hadis
Diantara kegiatan yang dilakukan oleh para Ulama Hadis dalam rangka memelihara kemurnian Hadis Nabi Saw adalah:
a.       Perlawatan ke daerah-daerah
Pengumpulan Hadis pada abad ke-2 H masih terbatas pada daerah perkotaan tertentu saja, sementara para perawi Hadis telah menyebar ke daerah-daerah yang jauh sejalan dengan semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam. Dalam rangka menghimpun Hadis-Hadis yang belum terjangkau pada masa sebelumnya, maka pada abad ke-3 H para  UlamaHadis melakukan perlawatan mengunjungi para perawi Hadis yang jauh dari pusat kota.


5.T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Perkembangan Hadis ( Jakarta: Bulan Bintang, 1965) H: 97-100.

Hal tersebut seperti yang dilakukan olehImam Bukhari yang telah melakukan perlawatan selama enambelas tahun dengan mengunjungi kota mekah, madinah, Baghdad, basrah, Kufah, Mesir, Damsyik, Naisabur, dan lain-lain. Kegiatan seperti ini selanjutnya diikuti oleh imam Muslim, Abu daud, Tirmidzi, nasai, dan lain-lain.
b.      Pengklasifikasian Hadis kepada: Marfu’, Mawquf, dan Maqthu’
Pada permulaan abad ke-3 H telah dilakukan pengelompokan Hadis kepada: (i) Marfu’, yaitu Hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW, (ii) Mawquf, yang disandarkan kepada sahabat, dan (iii) Maqthu’, yang disandarkan kepada tabi’in.dengan cara ini Hadis-Hadis nabi SAW terpelihara dari campuran dengan fatwa-fatwa dan Tabi’in.
c.       Penyeleksian kualitas Hadis dan pengklasifikasiannya kepada: Shahih,Hasan, dan Dha’if.
Penyeleksiaan kualitas Hadis dan pengklasifikasiannya pada sahih dan Dha’if dimulai pada pertengahan abad ke-3 H yang dipelopori oleh Ishaq ibn Rahawaih. Kegiatan ini  diikuti oleh Bukhari, Muslim, Abu DAud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan lain-lain. Pada awalnya Hadis dikelompokkan kepada Shahih dan Dha’if saja, namun setelah Imam tirmidzi, Hadis dikelompokan menjadi Shahih, Hasan, dan Dha’if.

2.      Bentuk penyusunan kitab Hadis pada abad ke-3 H
Ada tiga bentuk penyusunan Hadis pada periode ini, yaitu:
a.       Kitab Shahih, Kitab ini hanya menghimpun Hadis-Hadis sahih, sedangkan yang tidak Shahih tidak dimasukkan kedalamnya. Bentuk penyusunannya adalah berbentuk mushannaf, yaitu penyajian berdasarkan bab-bab tertentu sebagai mana metode kitab-kitab fikih, Akidah, Akhlak, SEjarah, dan Tafsir. Contoh kitab Shahih adalah: (i) Shahih Bukhari dan (ii) Shahih Muslim.
b.      Kitab Sunan. Dalam kitab ini elain dijumpai Hadis-Hadis shahih, juga didapati Hadis yang bekualitas Dha’if dengan syarat tidak tidak terlalu lemah dan tidak terlau munkar. Terhadap Hadis yang Dha’if, umumnya dijelaskan sebab ke- Dha’ifannya. Bentuk penyusunan berbentuk Mushannaf, dan Hadis-Hadisnya terbatas pada masalah Fiqih (hukum). Contoh-contohnya adalah : (i) Sunan Abu Dawud, (ii) Sunan Al-Tirmidzi, (iii) Sunan Al-Nasa’i, (iv) Sunan Ibn Majah, dan (v) Sunan Al-Darimi.
c.       Kitab Musnad. Didalam ktab ni Hadis-Hadis  disusun berdasarkan nama perawi pertama ada yang berdasarkan urutan kabilah, seperti mendahulukan Bani Hasyim dari yang lainnya, ada yang berdasarkan nama sahabat menurut urutan waktu memeluk islam, da ada yang menurut urutan lainnya, seperti urutan huruf hijaiyah (abjad)     atau dijelaskan kualitas Hadis-Hadisnya. Contoh kitab musnad adalah: (i) Musnad Ahmad Ibn Hanbal, (ii) Musnad Abu al-Qasim al_baghawi, dan (iii) Musnad Utsman Ibn Abi Syaibah.

·         Perbedaan Kitab Shahih dengan Kitab Sunan.
1.      Dari segi kualitas Hadisnya
a.       Kitab Shahih lebih tinggi kualitasnya daripada Kitab Sunan
b.      Kitab Shahih memuat Hadis-Hadis Shahih saja, sedangkan Kitab Sunan selain Hadis Shahih juga memuat Hadis Hasan dan Dha’if.
2.      Dari segi kualitas perawinya
Persyaratan  perawi  dalam  kitab Sahih lebih ketat disbanding kitab Sunan.
3.      Dari segi kandungannya
Kitab Shahih lebih lengkap karena selain memuat masalah-masalah hukum, juga memuat masalah-masalah akidah, akhlak, sejarah, dan tafsirnya.Sedangkan kitab Sunan hanya memuat masalah-masalah hukum (fiqih) saja.
·         Perbedaan kitab Mushannaf dengan  KitabMusnad
Kitab Mushannaf adalah Kitab-kitab Hadis yang disusun menurut bab-bab dari beberapa permasalahan tertentu, sebagai mana halnya kitab Shahih dan Sunan. Perbadaannya dengan kitab Musnad adalah:
1.      Kitab Mushannaf disusun berdasarkan bab-bab permasalahn tertentu sedangkan kitab Musnad berdasarkan nama sahabat yang meriwayatkan Hadis.
2.      Secara Umum  kualitasHadis didalam kitab Mushannaf lebih tinggi dibandingkan dengan yang teradapat didalam kitab Musnad.






BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Periode ini disebut “Ashar Al-Kitabah Al-Tadwin” artinya: Masa Penulisan dan Pendewanan/Pembukuan Hadis..
Periode ini, dimulai pada masa pemerintahan Muawiyah angkatan kedua (mulai khalifah Umar bin Abdul azis) sampai akhir abad II Hijriah (menjelang akhir masa dinasti Abbasyiah angkatan pertama). Abad 3 H merupakan masa kejayaan pendewanan (pembukuan) dan penyusunan Hadis.
Pembukuan Hadis mengalami perubahan-perubahan yang sesuai dengan perkembangan kemajuan dan sesuai pula dengan keadaan-keadaan dan suasana.Mula-mula para ulama membukukan Hadis bercampur dengan perkataan para sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in.Di dalam periode ini para ulama memilih Hadis-Hadis Rasul dari perkataan-perkataan sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in.

B.     Saran
Kami sebagai penulis,menyadari akan ketidak sempurnaannya makalah yang kami buat ini. Karena di dunia ini sungguh tidak ada yang sempurna melainkan Allah Swt. Maka dari itu, kami selaku penulis meminta kritik dan saran terhadap makalah yang kami buat.Untuk meotivasi kami agar menjadi yang lebih baik.











DAFTAR PUSTAKA

Yuslem, Nawir.Ulumul Hadis . Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 20001.
Azhar.Ulumul Hadis. Medan: Diktat, 2010.
Matsna,Moh. Qur’an Hadis. Jakarta: Karya Toha Putra, 1996.
Ismail, M.Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Ashshiddeqy,T.M.Hasbi.SejarahPerkembangan Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1965.
Solahudin, M.Agus. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka setia, 2009.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar