BAB I
PENDAHULUAN
Hadis adalah Sumber hukum islam yang pertama setelah
Alquran. Selain berkedudukan sebagai sumber, ia juga berfungsi sebagai
penjelas, pemerinci, dan penafsir Alquran. Berdasarkan hal ini, maka kajian
tentang hadis memiliki kedudukan yang pertama didalam studi ilmu-ilmu sumber
didalam islam. Sejarah dan periodesasi penghimpunan hadis mengalami masa yang
lebih panjang dibandingkan dengan yang dialami oleh Alquran, yang hanya
memerluakanwaktu relative lebih pendek, yaitu sekitar 15 tahun saja.
Penghimpunan dan pengkodifikasian hadis memerlukan waktu sekitar 3 abad.
Yang dimaksud dengan periodisasi penghimpunan hadis
disini adalah: “ fase-fase yang telah ditempuh dan dialami dalam sejarah
pembinaan dan perkembangan Hadis, sejak rasulullah Saw masih hidup samapai
terwujudnya kitab-kitab yang dapat disaksikan dewasa ini. Para Ulama dan ahli
Hadis, secara bervariasi membagi periodesasi penghimpunan dan pengkodifikasian Hadis
tersebut berdasarkan perbadaan pengelompokan data sejarah yang mereka miliki
serta tujuan yang hendak mereka capai.
Oleh karena itu kami akan membahas tentang “ Periodesasi Penghimpunan Hadis pada Abad
ke-2 H sampai Abad ke-3 H”.
Dengan disusunnya makalah ini, kami berharap dapat
memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada teman-teman tentang
pembahasan kami tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Periodesasi Penghimpunan Hadis Pada Abad ke-2 H Sampai
Abad ke-3 H
A.
Periodesasi
Perhimpunan Hadis pada abad ke-2 Hijriah
Pada periode ini hadis-hadis Nabi Saw mulai ditulis
dan dikumpulkan secara resmi. Umar Ibn’ Abd Al-Aziz adalah seorang khalifah dari Dinasti Umayyah yang
mulai memerintah dipenghujung abad I Hijriah, Merasa perlu untuk mengambil
langkah-langkah bagi penghimpunan dan penulisan hadis Nabi secara resmi, yang
selama ini berserakan didalam catatan dan hapalan para sahabat dan tabi’in.Hal
tersebut dirasakannya begitu mendesak, karena pada masa itu wilayah kekuasan
islam telah meluas sampai kedaerah-daerah diluar jazirah Arabia, Disamping para
sahabat sendiri, yang hapalan dan catatan-catatan peribadi mereka mengenai hadis
nabi merupakan sumber rujukan bagi ahli hadis ketika itu, Sebagian besar telah
meninggal dunia karena faktor usia dan akibat banyaknya terjadi peperangan. Dan
pada masa itu, yaitu awal pemerintahan ‘Umar Ibn’Abd Al-Aziz, Hadis masih belum
dibukukan secara resmi.1
1.
Faktor-faktor
yang mendorong pengumpulan dan pengkodifikasian Hadis
Ada beberapa faktor yang
mendorong ‘Umar Ibn ‘Abd Al-Aziz mengambil inisiatif untuk memerintahkan para
gubernur dan pembantunya saat itu untuk mengumpulkan dan menulisakan hadis diantaranya
adalah:
·
Pertama,
Tidak adanya lagi penghalang untuk menuliskan dan membukukan Hadis, yaitu
kehawatiran bercampurnya hadis dengan A-Qur’an karena Saw ketika itu telah
dibukukan dan telah disebar luaskan.
·
Kedua,
Munculnya kehawatiranakan hilang dan lenyapnya hadist karena banyaknya para
sahabat yang telah meninggal dunia akibat usia lanjut atau karena seringnya
terjadi peperangan.
1.Nawir Yuslem, Ulumul hadis (Jakarta:Mutiara Sumber
Widya, 2001), H:126.
·
Ketiga,
Semakin maraknya kegiatan pemalsuan Hadis yang dilatar belakangi oleh
perpecahan politik dan perbadaan majhab dikalangan umat islam. Keadaan ini apabila
dibiarkan terus menerusakan merusak kemurnian ajaran islam, Sehingga upaya
untuk menyelamatkan Hadis dengan cara pembukuannya setelah melalui seleksi yang
ketat harus segera dilakukan.
·
Keempat,
Karena telah semakin luasnya daerah kekuasaan islam disertai dengan semakin
banyak dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh umat islam, maka hal
tersebut menuntut mereka untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dari Hadis Nabi SAW
dan selain itu juga dari petunjuk Saw sendiri.
1.
Pemrakarsa
Pengkodifikadian Hadis secara resmi dari pemerintah
Peranan Umar bin Abdul Aziz dalam kodifikasi ini
sangat besar. Menurut beberapa riwayat, ia turut terlibat mendiskusikan Hadis-Hadis
yang sedang dihimpun. Disamping itu, ia sendiri memiliki beberapatulisan
tentang Hadis-Hadis yang diterimanya. Pada tahun 100 H , Khalifah Umar bin
Abdul Aziz meminta kepada gubernur Madinah, Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn
Hazm dengan pesan sebagai berikut:
Artinya: Perhatikanlah apa yang dapat diperoleh dari Hadis
Rasul, lalu tulislah, karena aku takut akan lenyap ilmu disebakan meninggalnya
ulama dan jangan diterima selain Hadis rasul Saw. Dan hendaklah kalian sebar
luaskan ilmu dan adakan majlis-majlis ilmu supaya orang yang tidak dapat
mengetahui dapat mengetahuinya.
Sesungguhnya Ilmu itu tidak akan lenyap sehingga ilmu itu dirahasiakan.2
2.Moh.Matsna,
Quran Hadis (Jakarta; Karya Toha Putra, 1996), H: 44.
Khalifah menginstruksikan kepada Abu Bakar Ibn
Muhammad Bin Hazm agar mengumpulkan Hadis-Hadis yang ada pada Amrah binti
Abddur Rahman Al-anshori, murid kepercayaan Aisyah.Selain kepada Gubernur
Madinah, khalifah juga menulis surat kepada gubernur yang lain agar ikut serta
mengusahakan pembukuan Hadis. Khalifah juga secara khusus menulis surat kepada
Abu bakar Muhammad Bin muslim Bin Ubaidillah bin Syihab az-zuhry. Kemudian Syihab
Az-zuhry mulailah melaksanakan perintak khalifah. Peranan para ahli Hadis,
khususnya Al-zuhry, sangat dihargai oleh seluruh umat islam, bahkan para ulama
memberi komentar, bahwa jika tanpa dia, niscaya banyak Hadis-Hadis yang hilang.3
Ibn Hazm melaksanakan tugas tersebut dengan baik, dan
tugas yang serupa juga dilaksanakan oleh Muhammad Ibn Syihab Al-Zuhry (
W.124H), seorang ulama besar di Hijaz dan Syam. Denagan demikian, kedua ulama
diataslah yang merupakan pelopor dalam kodifikasi Hadis berdasarkan perintah
khalifah ‘Umr ibn Abd Al-aziz.
Dari kedua tokoh diatas, para ulama Hadis cenderung
memilih Al-zuhry sebagai kodifikator pertama dari pada Ibn Hazm. Hal ini adalah
karena kelebihan Al-zuhry dalam hal berikut:
a.
Al-zuhry
dikenal sebagai ulama besar dibidang Hadis dibandingkan dengan yang lainnya,
b.
Dia
berhasil menghimpun seluruh Hadis yang ada di Madinah, sedangkan Ibn Hazm tidak
demikian,
c.
Hasil
kodifikasinya dikirimkan keseluruh penguasa didaerah-daerah sehingga lebih
cepat tersebar.
Meskipun Ibn Hazm dan Al-zuhry telah berhasil
menghimpun dan mengkodifikasikan Hadis, akan tetapi karya kedua ulama tersebut
telah hilang dan tidak bisa dijumpai lagi sampai sekarang. Setelah itu, para
ulama besar berlomba-lomba membukukan Hadis atas anjuran Abu Abbas As-saffah
dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah Abbasiyah.Akan tetapi, tak dapat
diketahui lagi siapakah ulama yang mula-mula membukukan Hadis sesudah Az-zuhry
karena ulama-ulama yang datang sesudah Az-zuhry seluruhnya hidup pada satu
zaman.
3.Azhar. Ulumul
Hadis ( Medan:Diktat,2010), H :21.
Sekalipun demikian, yang dapat ditegaskan sejarah
sebagai pengumpul Hadisadalah :
1.
Pengumpul
pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)
2.
Pengumpul
pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w.150 H)
3.
Pengumpul
pertama dikota Bashrah, Al-Rabi’ Ibn Shabih (w.160 H)
4.
Pengumpul
pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w.161 H)
5.
Pengumpul
pertama di Syam, Al-Auza’i (w.95 H)
6.
Pengumpul
pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-188 H)
7.
Pengumpul
pertama di Yaman, Ma’mar Al-Azdy (95-153 H)
8.
Pengumpul
pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)
9.
Pengumpul
pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11-181 H)
10. Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa’ad (w. 175
H)4
2.
Kitab-kitab
Hadis pada abad ke-2 H
Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa kitab yang
merupakan hasil kodifikasi pertama sudah hilang dan tidak ditemukan lagi sampai
sekarang. Diantara kitab-kitab yang merupakan hasil kodifikasi pada abad ke-2 H
yang masih dijumpai sampai sekarang dan banyak dirujuk oleh para ulama adalah:
a.
Kitab
Al-Muwaththa’, yang disusun oleh Imam Malik atas permintaan khalifah Abu Ja’far
Al-Manshur.
b.
Musnad
Al-Syafi’i, karya Imam Al-syafi’i yaitu berupa kumpulan berupa Hadis yang
terdapat dalam kitab Al-umm.
c.
Mukhtaliful
Hadis, karya Imam Al-syafi’i yang isinya mengandung pembahasan tentang
cara-cara menerima Hadis sebagai hujjah dan cara-cara mengkompromikan Hadis
yang kelihatannya kontradiktif satu sama lain.
d.
Al-Sirat al- Nabawiyyah, oleh Ibn Ishaq.
Isinya antara lain tentang perjalanan hidup Nabi SAW dan peperangan-peperangan
yang terjadi pada zaman Nabi.
4.M.Agus
Solahudin, Ulumul hadis (Bandung:Pustaka Setia, 2009), H: 40.
3.
Ciri
dan Sistem pembukuan Hadis pada abad ke-2 Hijriah
Diantara
ciri kitab-kitab Hadis yang ditulis pada abad ke-2 H ini adalah:
a.
Pada
umumnya kitab-kitab Hadis pada abad ini menghimun Hadis-Hadis rasul Saw serta
fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in. Yang hanya menghimpun Hadis-Hadis Nabi Saw
adalah kitab yang disusun oleh Ibn Hazm. Hal ini sejalan dengan instruksi
khalifah umar ibn ‘ Abd Al-Aziz yang berbunyi:
Artinya: Janganlah kamu terima selain dari Hadis Nabi Saw.
b.
Himpunan
Hadis pada masa inimasih bercampur baur antara berbagai topik yang ada, seperti
yang menyangkut pada bidang Tafsir, Sirah, Hukum, dan sebagainya, dan belum
dihimpun berdasarkan topik-topik tertentu.
c.
Didalam
kitab-kitab Hadis pada periode ini belum dijumpai pemisahan antara Hadis-Hadis
yang berkualitas Shahih, Hasan, dan Dha’if.
Dalam hal membuktikan Hadis, para ulama abad kedua ini
tidaklah menyaringnya, tapi mereka memasukkan fatwa-fatwa sahabat bahkan fatwa
tabi’in , dengan demikian terdapatlah dalam buku mereka Hadis-Hadis Marfu’,
Mauquf, Maqtu’.1
4.
Berkembanganya
Hadis palsu dan gerakan Ingkar Sunnah
Pada abad ke-2 H kegiatan pemalsuan Hadis semakin
berkembang. Motif pemalsuaan Hadis pada masa ini tidak lagi hanya untuk menarik
keuntungan bagi golongannya dan mencela lawan politiknya, tetapi sudah semakin
beragam seperti yang dilakukan oleh tukang-tukang cerita dalam rangka menarik
minat orang banyak, kaum zindik yang bertujuan untuk meruntuhkan islam dan
lain-lain. Uraian secara lebih rinci dan lebih jelas tentang keberadaan Hadis-Hadis
palsu ini, akan terlihat pada uraian tentang Hadis palsu dan permasalahnya pada
bagian selanjutnya.
1.Nawir Yuslem,
Ulumul hadis (Jakarta:Mutiara Sumber Widya, 2001), H:126.
Selain berkembangnya Hadis palsu, pada abad ke-2 H ini
muncul pula sekelompok orang yang menolak Hadis.Diantara mereka ada yang
menolak Hadis secara keseluruhn, baik Hadis ahad maupun juga Hadis mutawatir,
danada yang menolak Hadis ahad saja. Imam al-syafi’i bangkit dan melakukan
serangan balik terhadap kelompok yang menolak Hadis ini, yaitu dengan cara
mengemukakan bantahan terhadap satu persatu argument yang dikemukakan oleh para
penolak Hadis diatas denganmengemukakan dalil-dalil
yang lebih kuat. Oleh karenanya , Imam safi’I diberi gelar “ Nashir al-Hadis”
(“Penolong Hadis”) atau “Multazim al-Sunnah”.
B.
Periodesasi
Penghimpunan Hadis Pada Abad ke-3 Hijriah
Pada periode ini disebut dengan masa seleksi dan
pengembangan sistem penyusunan kitab Hadis atau masa pemurnian dan
penyempurnaannya.Yang dimaksud dengan masa seleksi, ialah masa upaya para pakar
Hadis melakukan seleksi secara ketat. Masa ini dimulai sekitar akhir abad ke II
atau awal abad ke III, atau ketika pemerintahan dipegang oleh dinasti Bani
Abbas, khususnya sejak masa Al-Makmum sampai akhir abad ke III atau awal abad
ke IV, masa Al-Muqtadir.3 Pada periode ini para ulama Hadis
memusatkan perhatian mereka pada pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian
Hadis-Hadis Nabi SAWsebagai antisipasi mereka terhadap kegiatan pemalsuan Hadis
yang semakin marak.
Pembukuan Hadis mengalami perubahan-perubahan yang
sesuai dengan perkembangan kemajuan dan sesuai pula dengan keadaan-keadaan dan
suasana.Mula-mula para ulama membukukan Hadis bercampur dengan perkataan para
sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in.Di dalam periode ini para ulama memilih Hadis-Hadis
Rasul dari perkataan-perkataan sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in.Sesudahgolongan
mu’tazilah bergerak menentang ahlul Hadis dan menuduh mereka dengan berbagai
macam tuduhan, maka ulama Hadis ada yang berusaha menolak tuduhan-tuduhan itu
dan berusaha menjelaskan keadaan Hadis yang disangka musykil, atau
bertentangan. Maka jalan-jalan yang ditempuh para ulama dalam periode dalam
usaha membukukan Hadis ada tiga cara yaitu:
3.Azhar. Ulumul Hadis ( Medan:Diktat,2010), H :21.
1.
Jalan
pertama
Yaitu mengumpul segala kritik-kritik yang dihadapkan
oleh ahlul kalam kepada ahlul Hadis, baik yang mengenai pribadi-pribadi ahli Hadis,
maupun mengenai matan Hadis itu sendiri.
2.
Jalan
kedua
Yaitu jalan mengumpulkan Hadis di bawah nama seorang
sahabat, baik Hadis itu shahih, atau pun tidak, walaupun Hadis itu
bermacam-macam dan berlain-lainan maudlu’nya. Umpamanya disebut nama “Abu
Bakar”, kemudian ditulislah segala Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar.
3.
Jalan
ketiga
Yaitu, menurut kitab fiqih dengan diberi bab-babnya.
MakaHadis-Hadis yang mengenai suatu masalah ditulis dalam suatu bab dan yang
mengenai masalah lain ditulis dalam bab lain.
Abad ke-3 H
adalah abad yang paling berbahagia di dalam mendewankan Hadis dan
mendekatkannya kepada orang-orang yang mencari Hadis.Dalam masa inilah lahir
tokoh-tokoh Hadis yang besar, pengarang kitab Hadis yang ahli, mengkritik
perawi-perawi Hadis. Dalam masa inilah lahir Al-Kutubul Khamsah, yaitu: Shahih
al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan
At-turmudzy. Menurut pendapat An-Nawawy, kitab pokok yang lima ini telah
mengumpulkan Hadis-Hadis shahih. Hanya sedikit saja yang tidak terkumpul dalam
lima kitab itu.5
1.
Upaya
melestarikan Hadis
Diantara kegiatan yang dilakukan oleh para Ulama Hadis
dalam rangka memelihara kemurnian Hadis Nabi Saw adalah:
a.
Perlawatan
ke daerah-daerah
Pengumpulan Hadis
pada abad ke-2 H masih terbatas pada daerah perkotaan tertentu saja, sementara
para perawi Hadis telah menyebar ke daerah-daerah yang jauh sejalan dengan
semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam. Dalam rangka menghimpun Hadis-Hadis
yang belum terjangkau pada masa sebelumnya, maka pada abad ke-3 H para UlamaHadis melakukan perlawatan mengunjungi
para perawi Hadis yang jauh dari pusat kota.
5.T.M. Hasbi Ash Shiddieqy,
Sejarah Perkembangan Hadis ( Jakarta: Bulan Bintang, 1965) H: 97-100.
Hal
tersebut seperti yang dilakukan olehImam Bukhari yang telah melakukan
perlawatan selama enambelas tahun dengan mengunjungi kota mekah, madinah,
Baghdad, basrah, Kufah, Mesir, Damsyik, Naisabur, dan lain-lain. Kegiatan
seperti ini selanjutnya diikuti oleh imam Muslim, Abu daud, Tirmidzi, nasai,
dan lain-lain.
b.
Pengklasifikasian
Hadis kepada: Marfu’, Mawquf, dan Maqthu’
Pada permulaan
abad ke-3 H telah dilakukan pengelompokan Hadis kepada: (i) Marfu’, yaitu Hadis
yang disandarkan kepada Nabi SAW, (ii) Mawquf, yang disandarkan kepada sahabat,
dan (iii) Maqthu’, yang disandarkan kepada tabi’in.dengan cara ini Hadis-Hadis
nabi SAW terpelihara dari campuran dengan fatwa-fatwa dan Tabi’in.
c.
Penyeleksian
kualitas Hadis dan pengklasifikasiannya kepada: Shahih,Hasan, dan Dha’if.
Penyeleksiaan
kualitas Hadis dan pengklasifikasiannya pada sahih dan Dha’if dimulai pada
pertengahan abad ke-3 H yang dipelopori oleh Ishaq ibn Rahawaih. Kegiatan
ini diikuti oleh Bukhari, Muslim, Abu
DAud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan lain-lain. Pada awalnya Hadis
dikelompokkan kepada Shahih dan Dha’if saja, namun setelah Imam tirmidzi, Hadis
dikelompokan menjadi Shahih, Hasan, dan Dha’if.
2.
Bentuk
penyusunan kitab Hadis pada abad ke-3 H
Ada tiga bentuk penyusunan Hadis pada periode ini, yaitu:
a.
Kitab
Shahih, Kitab ini hanya menghimpun Hadis-Hadis sahih, sedangkan yang tidak
Shahih tidak dimasukkan kedalamnya. Bentuk penyusunannya adalah berbentuk
mushannaf, yaitu penyajian berdasarkan bab-bab tertentu sebagai mana metode
kitab-kitab fikih, Akidah, Akhlak, SEjarah, dan Tafsir. Contoh kitab Shahih
adalah: (i) Shahih Bukhari dan (ii) Shahih Muslim.
b.
Kitab
Sunan. Dalam kitab ini elain dijumpai Hadis-Hadis shahih, juga didapati Hadis
yang bekualitas Dha’if dengan syarat tidak tidak terlalu lemah dan tidak terlau
munkar. Terhadap Hadis yang Dha’if, umumnya dijelaskan sebab ke- Dha’ifannya.
Bentuk penyusunan berbentuk Mushannaf, dan Hadis-Hadisnya terbatas pada masalah
Fiqih (hukum). Contoh-contohnya adalah : (i) Sunan Abu Dawud, (ii) Sunan
Al-Tirmidzi, (iii) Sunan Al-Nasa’i, (iv) Sunan Ibn Majah, dan (v) Sunan
Al-Darimi.
c.
Kitab
Musnad. Didalam ktab ni Hadis-Hadis
disusun berdasarkan nama perawi pertama ada yang berdasarkan urutan kabilah,
seperti mendahulukan Bani Hasyim dari yang lainnya, ada yang berdasarkan nama
sahabat menurut urutan waktu memeluk islam, da ada yang menurut urutan lainnya,
seperti urutan huruf hijaiyah (abjad)
atau dijelaskan kualitas Hadis-Hadisnya. Contoh kitab musnad adalah: (i)
Musnad Ahmad Ibn Hanbal, (ii) Musnad Abu al-Qasim al_baghawi, dan (iii) Musnad
Utsman Ibn Abi Syaibah.
·
Perbedaan
Kitab Shahih dengan Kitab Sunan.
1.
Dari
segi kualitas Hadisnya
a.
Kitab
Shahih lebih tinggi kualitasnya daripada Kitab Sunan
b.
Kitab
Shahih memuat Hadis-Hadis Shahih saja, sedangkan Kitab Sunan selain Hadis
Shahih juga memuat Hadis Hasan dan Dha’if.
2.
Dari
segi kualitas perawinya
Persyaratan perawi
dalam kitab Sahih lebih ketat
disbanding kitab Sunan.
3.
Dari
segi kandungannya
Kitab Shahih
lebih lengkap karena selain memuat masalah-masalah hukum, juga memuat
masalah-masalah akidah, akhlak, sejarah, dan tafsirnya.Sedangkan kitab Sunan
hanya memuat masalah-masalah hukum (fiqih) saja.
·
Perbedaan
kitab Mushannaf dengan KitabMusnad
Kitab
Mushannaf adalah Kitab-kitab Hadis yang disusun menurut bab-bab dari beberapa
permasalahan tertentu, sebagai mana halnya kitab Shahih dan Sunan. Perbadaannya
dengan kitab Musnad adalah:
1.
Kitab
Mushannaf disusun berdasarkan bab-bab permasalahn tertentu sedangkan kitab
Musnad berdasarkan nama sahabat yang meriwayatkan Hadis.
2.
Secara
Umum kualitasHadis didalam kitab
Mushannaf lebih tinggi dibandingkan dengan yang teradapat didalam kitab Musnad.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Periode ini disebut “Ashar
Al-Kitabah Al-Tadwin” artinya: Masa
Penulisan dan Pendewanan/Pembukuan Hadis..
Periode ini, dimulai pada masa
pemerintahan Muawiyah angkatan kedua (mulai khalifah Umar bin Abdul azis)
sampai akhir abad II Hijriah (menjelang akhir masa dinasti Abbasyiah angkatan
pertama). Abad 3 H merupakan masa kejayaan
pendewanan (pembukuan) dan penyusunan Hadis.
Pembukuan
Hadis mengalami perubahan-perubahan yang sesuai dengan perkembangan kemajuan
dan sesuai pula dengan keadaan-keadaan dan suasana.Mula-mula para ulama
membukukan Hadis bercampur dengan perkataan para sahabat dan fatwa-fatwa
tabi’in.Di dalam periode ini para ulama memilih Hadis-Hadis Rasul dari
perkataan-perkataan sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in.
B.
Saran
Kami
sebagai penulis,menyadari akan ketidak sempurnaannya makalah yang kami buat
ini. Karena di dunia ini sungguh tidak ada yang sempurna melainkan Allah Swt.
Maka dari itu, kami selaku penulis meminta kritik dan saran terhadap makalah
yang kami buat.Untuk meotivasi kami agar menjadi yang lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Yuslem, Nawir.Ulumul Hadis . Jakarta: Mutiara Sumber
Widya, 20001.
Azhar.Ulumul Hadis. Medan: Diktat, 2010.
Matsna,Moh. Qur’an Hadis. Jakarta: Karya Toha Putra,
1996.
Ismail, M.Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi.
Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Ashshiddeqy,T.M.Hasbi.SejarahPerkembangan Hadis. Jakarta:
Bulan Bintang, 1965.
Solahudin, M.Agus. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka setia,
2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar