Jumat, 09 Maret 2018

Pecundang Favorit

Terima kasih
Kau masih mengakui ku
Terima kasih
Kau masih mendekati ku
Walau hanya saat butuhmu

Kita pernah, pernah berkomitmen
Pernah berharap
Pernah bercerita

Tapi sadarkah ?
Kita tak sedekat dahulu
Sadarkah
Kita tak sebahagia dahulu

Terima kasih
Kau masih menganggapku masih bersamamu

Tapi kini aku tak seyakin dulu
Tapi kini aku tak mengakuimu
Aku hanya menganggapmu pecundang favoritku

Senin, 07 Desember 2015

INTERAKSI SOSIAL SECARA ISLAMI

BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Ada aksi dan ada reaksi. Pelakunya lebih dari satu. Individu dengan individu. Individu dengan kelompok. Kelompok dengan kelompok dll. Contoh, guru mengajar merupakan contoh interaksi sosial antara individu dengan kelompok. Interaksi sosial memerlukan syarat yaitu Kontak Sosial dan Komunikasi Sosial.
Jadi, pengertian tentang Interaksi Sosial sangat berguna didalam memperhatikan dan mempelajari berbagai masalah masyarakat. Umpamanya di Indonesia sendiri membahas mengenai interaksi-interaksi sosial yang berlangsung berbagai suku bangsa, golongan agama. Dengan mengetahui dan memahami perihal tersebut dapat menimbulkan atau mempengaruhi bentuk-bentuk interaksi sosial tertentu. (Soerjono Soekanto,1990:54)
Faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial meliputi imitasi, sugesti, identifikasi, simpati dan empati. Imitasi adalah interaksi sosial yang didasari oleh faktor meniru orang lain. Contoh anak gadis yang meniru menggunakan jilbab sebagaimana ibunya memakai. Sugesti adalah interaksi sosial yang didasari oleh adanya pengaruh. Biasa terjadi dari yang tua ke yang muda, dokter ke pasien, guru ke murid atau yang kuat ke yang lemah. Atau bisa juga dipengaruhi karena iklan.
Indentifikasi adalah interaksi sosial yang didasari oleh faktor adanya individu yang mengindentikkan (menjadi sama) dengan pihak yang lain. Contoh menyamakan kebiasaan pemain sepakbola idolanya. Simpati adalah interaksi sosial yang didasari oleh foktor rasa tertarik atau kagum pada orang lain.
Empati adalah interaksi sosial yang didasari oleh faktor dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, lebih dari simpati. Contoh tindakan membantu korban bencana alam. Interaksi sosial mensyaratkan adanya kontak sosial dan komunikasi sosial. Kemudian membuat terjadinya proses sosial.(Gunawan, 2010:33)
Islam adalah agama universal yang ajarannya ditujukan bagi umat manusia secara keseluruhan. Inti ajarannya selain memerintahkan penegakan keadilan dan eliminasi kezaliman, juga meletakan pilar-pilar perdamaian yang diiringi dengan himbauan kepada umat manusia agar hidup dalam suasana persaudaraan dan toleransi tanpa memandang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama, karena manusia pada awalnya berasal dari asal yang sama.
Melalui ajaran dan pilar tadi, Islam mendorong para pengikutnya agar bersikap toleransi dengan pengikut agama lain dan bersikap positif terhadap budaya, karena Allah SWT telah menjadikan manusia sebagai khalifah yang mempunyai tanggung jawab kolektif untuk membangun bumi ini, baik secara moril maupun materil. Firman Allah SWT:

۞وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمۡ صَٰلِحٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥۖ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ وَٱسۡتَعۡمَرَكُمۡ فِيهَا فَٱسۡتَغۡفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٞ مُّجِيبٞ ٦١
Artinya:           61. Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)"  (Hud:61).
Maksud dari ayat tersebut adalah, bahwa manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.









BAB II
PEMBAHASAN
INTERAKSI SOSIAL SECARA ISLAMI
A.    Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi Sosial berarti hubungan dinamis antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Bentuknya seperti kerja sama, persaingan, pertikaian, tolong-menolong dan Gotong-royong. Soerjono Soekanto mengatakan Interaksi sosial adalah kunci dari seluruh kehidupan sosial, oleh karena itu tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi kehidupan bersama. Interaksi terjadi antara orang-perorangan, kelompok dengan kelompok, dan individu dengan kelompok. (Sahrul,2001:67)
Dalam Islam, Interaksi Sosial disebut dengan istilah hablum minannaasi (hubungan dengan sesama manusia), pengertiannya juga tidak berbeda dengan pengertian interaksi sosial diatas, yaitu hubungan dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Contohya, Saling sapa, berjabat tangan, silaturrahim, solidaritas sosial, ukwah islamiah  dan lai-lain. Interaksi sosial tidak hanya terjadi dikalangan komunitas atau suatu kelompokya saja tetapi juga diluar komunitasnya.
Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan social, oleh karena itu tanpa interaksi social, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniyah bahkan tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok social. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain sebagainya. (Soerjono Soekanto,1990:60)
Dalam Islam ada tiga hubungan yang harus dilakukan yaitu hubungan kepada Allah SWT, hubungan kepada sesama manusia dan hubungan kepada alam semesta. Ketiga hubungan ini harus seimbang dan bersinegri. Artinya, tidak boleh fokus pada satu bentuk hubungan saja. Misalnya, mengutamakan hubungan kepada Allah saja tetapi hubungan sesaama manusia di abaikan. Apabila hal itu diabaikan maka tidak lah sempurna keimanan sesorang. Hubungan kepada Allah dari sudut sosiologi disebut dengan hubungan vertikal dan hubungan sesama manusia disebut hubungan horizontal. Hubungan kepada sesama manusia dalam istilah sosiologi disebut dengan interaksi sosial. Hubungan kepada alam semesta yaitu tidak dibenarkan merusak lingkungan tetapi melestarikan dan menjaga dengan baik.
B.     Determinan Interaksi Sosial.

a.       Adanya kepentingan. Manusia sebagai makhluk paripurna dan makhluk sosial memiliki kepentingan terhadap orang lain, tidak bisa hidup sendirian, dan bahkan memerlukan bantuan orang lain. Bentuk kepentingan itu misalnya : pergaulan sosial, tolong-menolong dan punya kebutuhan yanga sama.
b.      Ingin hidup bersama. Ciri manusia yang selalu berinteraksi yaitu ingin hidup bersama dan bersosialisasi. Karena itu, dalam pergaulan sosial ia tidak saja melakukan interaksi pada satu kelompok saja tetapi juga pada kelompok-kelompok lain dengan tidak membeda-bedakan suku, bangsa latar belakang sosial, artinya, pada siapa saja dapat melaksanakan interaksi sosial.
c.       Menghindari konflik sosial. Salah satu yang harus dijauhi di dalam kehidupan sosial ialah terjadinya konflik sosial, konflik bisa timbul karena benturan agama, ideologi, politik, kesenjangan sosial, ekonomi, kesalah pahaman dan penerapan hukum yang tidak adil. Untuk mengatasi konflik tersebut harus selalu berinteraksi dengan berbagai lapisan masyarakat.
d.      Menjalin kerja sama. Bekerja sama maksudnya ialah bekerja sama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama misalnya, organisasi sosial, organisasi politik, dan pada umumnya dalam suatu perusahaan , seorang menejer dibantu oleh para karyawannya.
e.       Faktor kekerabatan dan keagamaan. Kekerabatan terjadi karena ada hubungan darah dan perkawinan sehingga memudahkan untuk melakukan interaksi sosial.
f.       Kedekatan; hubungan ketetanggaan atau tempat tinggal interaksi yang harmonis tetapi juga sebaliknya yaitu terjadi konflik antara tetangga. Pada umumnya semakin dekat jarak geografis antara dua orang maka makin tinggi tingkat interaksi, saling bertemu, berbicara dan bersosialisasi.
g.      Kesamaan; terbentuknya kelompok sosial karena ada kesamaan di antara anggota-angotanya. Pada umumnya faktor kesamaan itulah yang menyebabkan orang selalu berinteraksi.
h.      Faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri, secara terpisah dan serentak. (Sahrul,2001:69)
C.    Interaksi sosial masyarakat islam
1.      Pandangan Islam Tentang Interaksi Sosial.
Dalam Islam, interaksi sosial berarti hubungan sosial. Bentuk hubungan yang mencakup populer yaitu silaturrahim. Yang artinya hubungan kasih sayang. Silaturrahim sebagai bentuk interaksi sosial banyak dilakukan umat islam pada kegiatan majlis taklim, menyambut bulan suci ramadahan, penyambutan tahun baru Islam, hari Raya Idhul Fitri dan hari Raya Idul Adha serta halal bi halal. Namun, harus digaris bawahi bahwa kegiatan silaturrahim tidak hanya kegiatan itu saja. Tetapi dalam bentuk wirid yassin, atau serikat tolong menolong juga dapat dikelompokkan kedalam silaturrahim karena setiap kamis malam selalu antara jama’ah, saling kontak, saling bebicara dan saling berdiskusi. (Soerjono Soekanto,1990:68)
Istilah yang lebih luas dari interaksi sosial yakni ukhwah Islamiyah. Artinya, persaudaraan yang dijalin sesama muslim. Persaudaraan itu dibagi empat, yaitu :
a.       Ukwah ‘Ubudiyah yaitu ukhwah berdasarkan sama-sama hamba Allah
b.      Ukhwah Al Insaniyah, artinya ukwah yang didasarkan karena sama-sama manusia sebagai makhluk Allah yang bersumber dari seorang ayah dan ibu yaitu nabi Adam Dan Siti Hawa.
c.       Ukhwah al-Wathaniyah. Yaitu, ukhwah yang didasarkan pada negara dan kebangsaan yang sama.
d.      Ukhwan fin din Al-Islam, yaitu : ukhwah yang didasarkan karena sama-sama satu akidah. (Zaki,2010:71-72)
Dasar terbentuknya ukhwah Islamiyah, firman Allah SWT dalam Surat Al-Hujarat, pada ayat 10, yaitu :
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ١٠
Artinya: 10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Bentuk persaudaraan yang di ajarkan oleh al-quran tidak hanya karena faktor satu aqidah Islam. Tetapi disuruh juga untuk melakukan ukhwah dengan umat lain. Menurut Ali Nurdin, Istilah yang disebut oleh al-quran untuk menjalin ukhwah dengan umat lain tidaklah memakai ukhwah tetapi lebih tepat memakai istilah toleransi. Toleransi maksudnya adalah tolong menolong dan saling menghargai antara penganut agama. Toleransi yang dibenarkan yaitu toleransi dalam bidang kehidupan sosial sedangkan dalam bidang aqidah dan ibadah tidaklah dibenarkan.
2.      Etika Interaksi Sosial Dalam Islam
Dalam melakukan interaksi sosial harus ada etika yang dibangun sehingga interaksi itu tetap harmonis, kondusif dan tidak terputus. Berkaitan dengan hal tersebut, Islam menjelaskan beberapa etika tersebut, antara lain, :
a.       Tidak boleh saling memfitnah. Perbuatan fitnah itu dilarang dalam ajaran Islam karena bertentangan dengan kenyataannya. Dalam kehidupan sosial ditemukan beberapa bentuk fitnah, yaitu fitnah terhadap harta, anak, keluarga, dan jabatan bahkan perilaku tersebut cukup sulit dihindari oleh sebahagian masyarakat. Dari segi pergaulan sosial fitnah itu cukup merugikan orang lain dan dampaknya dapat menimbulkan permusuhan, kebencian, dendam dan terputusnya hubungan silaturrahim.
b.      Tidak boleh menghina atau menghujat sesama muslim. Perilaku tersebut dewasa ini cukup mudah ditemukan dalam kehidupan sosial. Orang begitu mudah tersinggung, menghina, menghujat tanpa alasan yang jelas. Dampaknya, yakni sering terjadi permusuhan, kebencian, bahkan juga pertengkaran sesama muslim yang pada akhirnya mengganggu ukhwah islamiyah.
c.       Tidak dibenarkan berburuk sangka kepada orang lain (suuzzan). Karena tetangga, teman dan pegawai kantoran membangun rumah mewah, menduduki jabatan terhormat, punya harta, maupun mobil sering menimbulkan buruk sangka di masyarakat. Dalam Islam, sifat buruk sangka tidak dibenarkan dan termasuk kedalam kategori akhlak al-mazmumah (akhlak tercela).
d.      Bersikap jujur dan adil. Dalam kehidupan sosial tidak dibenarkan penuh dengan kebohongan dan ketiadakadilan karena dapat merugikan pribadi, keluarga, masyrakat bahkan merugikan negara. Pemimpin yang jujur dan adil akan dihormati, dicintai oleh rakyat dan diteladani kepemimpinannya. Tetapi apabila pemimpin tidak jujur dan tidak adil maka aka dihina masyarakat, dan tidak dihormati.
e.       Bersifat tawaduk  atau merendah diri. salah satu sikap yang dibangun dalam interaksi sosial tidak dibenarkan bersifat sombong karena haratnya, jabatan dan status sosial.
f.       Berakhlak mulia. Sesorang yang berakhlak mulia akan mengantarkan bangsa menjadi baik dan dihormati dalam hubungan internasional. Tetapi apabila masyarakat dan bangsanya tidak berakhlak mulia maka bangsa itu tidak dihormati dan mengalami kehancuran. Berakhlak mulia merupakan azas kebahagiaan, keselarasan, keserasian dan keseimbangan hubungan antara sesama manusia, baik pribadi maupun dengan lingkungannya.   (Sahrul,2001:79)

3.      Adab Interaksi Sosial dalam Kehidupan Muslim
Manusia adalah makhluq sosial, dia tak bisa hidup seorang diri, atau mengasingkan diri dari kehidupan bermasyarakat. Dengan atas penciptaan manusia yang memikul amanah berat menjadi khalifah di bumi, maka Islam memerintahkan ummat manusia untuk saling ta’awun, saling tolong-menolong, untuk tersebarnya nilai rahmatan lil alamin ajaran Islam. Maka Islam menganjurkan ummatnya untuk saling ta’awun dalam kebaikan saja, dan tidak dibenarkan ta’awun dalam kejahatan.
Oleh karena itu manusia selalu memerlukan oranglain untuk terus mengingatkannya, agar tak tersesat dari jalan Islam. Allah SWT mengingatkan bahwa peringatan ini amat penting bagi kaum muslimin.
 وَذَكِّرۡ فَإِنَّ ٱلذِّكۡرَىٰ تَنفَعُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٥٥
Artinya: 55. Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman (Adz Dzariyat: 55)
Bahkan Allah SWT menjadikan orang-orang yang selalu ta’awun dalam kebenaran, dan kesabaran dalam kelompok orang yang tidak merugi hidupnya. Maka hendaknya ummat Islam mngerahkan segala daya, dan upayanya untuk senantiasa mengadakan tashliihul mujtama’, perubahan ke arah kebaikan, pada masyarakat dengan memanfaatkan peluang, momen yang ada.
Jika kita berada di bulan Ramadhan maka bisa melakukan ta’awun, misalnya dengan saling membangunkan untuk sahur, mengingatkan pentingnya memanfaatkan waktu selama menjalankan puasa. Mengingatkan agar jangan menyia-nyiakan puasa dengan amalan yang dilarang syari’at, dsb. Di bulan Syawal, lebih ditingkatkan lagi dengan hubungan sosial yang berkelanjutan, mengesankan. Bulan Dzulhijjah juga momen penting untuk merajut kembali benang-benang ukhuwah. Tentu saja hari-hari selain itu perlu kita tegakkan aktivitas-aktivitas sosial yang memang merupakan seruan Islam. Berikut adalah sebagian kecil di antara perbuatan-perbuatan yang dianjurkan Islam untuk memperkuat ‘alaqah ijtima’iyyah (interaksi sosial) adalah:
a.       Silaturahim
Islam menganjurkan silaturahim antar anggota keluarga baik yang dekat maupun yang jauh, apakah mahram ataupun bukan. Apalagi terhadap kedua orang tua. Islam bahkan mengkatagorikan tindak “pemutusan hubungan silaturahim” adalah dalam dosa-dosa besar.
“Tidak masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahim” (HR. Bukhari, Muslim)
b.      Memuliakan tamu
Tamu dalam Islam mempunyai kedudukan yang amat terhormat. , dan menghormati tamu termasuk dalam indikasi orang beriman.
“…barang siapa yang beriman kepada Allah, dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari, Muslim)
c.       Menghormati tetangga
Hal ini juga merupakan indikator apakah seseorang itu beriman atau belum.

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
 “…Barangsiapa yang beriman kepada Allah , dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR. Bukhari, Muslim).


Apa saja yang bisa dilakukan untuk memuliakan tetangga, diantaranya: 
- Menjaga hak-hak tetangga 
- Tidak mengganggu tetangga 
- Berbuat baik, dan menghormatinya 
- Mendengarkan mereka 
- dan mendo’akannya, dst.
d.      Saling menziarahi. 
Rasulullah SAW, sering menziarahi para sahabatnya. Beliau pernah menziarahi Qois bin Saad bin Ubaidah di rumahnya , dan mendoakan: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu serta rahmat-Mu buat keluarga Saad bin Ubadah”. Beliau juga berziarah kepada Abdullah bin Zaid bin Ashim, Jabir bin Abdullah juga sahabat-sahabat lainnya. Ini menunjukkan betapa ziarah memiliki nilai positif dalam mengharmoniskan hidup bermasyarakat.
e.       Memberi ucapan selamat.
Islam amat menganjurkan amal ini. Ucapan bisa dilakukan di acara pernikahan, kelahiran anak baru, menyambut bulan puasa. Dengan menggunakan sarana yang disesuaikan dengan zamannya. Untuk sekarang bisa menggunakan kartu ucapan selamat, mengirim telegram indah, telepon, internet, dsb.
Sesungguhnya ucapan selamat terhadap suatu kebaikan itu merupakan hal yang dilakukan Allah SWT terhadap para Nabinya , dan kepada hamba-hamba-Nya yang melakukan amalan surga.
f.       Peduli dengan aktivitas sosial.
Orang yang peduli dengan aktivitas orang di sekitarnya, serta sabar menghadapi resiko yang mungkin akan dihadapinya, seperti cemoohan, cercaan, serta sikap apatis masyarakat, adalah lebih daripada orang yang pada asalnya sudah enggan untuk berhadapan dengan resiko yang mungkin menghadang, sehingga ia memilih untuk mengisolir diri, dan tidak menampakkan wajahnya di muka khalayak.
“Seorang mukmin yang bergaul dengan orang lain , dan sabar dengan gangguan mereka lebih baik dari mukmin yang tidak mau bergaul serta tidak sabar dengan gangguan mereka” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Ahmad).
g.      Memberi bantuan sosial.
Orang-orang lemah mendapat perhatian yang cukup tinggi dalam ajaran Islam. Kita diperintahkan untuk mengentaskannya. Bahkan orang yang tidak terbetik hatinya untuk menolong golongan lemah, atau mendorong orang lain untuk melakukan amal yang mulia ini dikatakan sebagai orang yang mendustakan agama.
أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِي يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ ١  فَذَٰلِكَ ٱلَّذِي يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ ٢  وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ ٣
Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama, Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin (Al Maa’un: 1-3).












BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, manusia perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Interaksi sosial yang menjadi syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial ini merupakan hubungan sosial yang dinamis. Interaksi sosial menyangkut hubungan antar perorangan, antar kelompok, atau antara individu dengan kelompok.
Adanya hubungan timbal balik dalam mempengaruhi tiap individu pada saat terjadinya komunikasi dapat membentuk suatu pengetahuan maupun pengalaman baru yang dirasakan oleh masing-masing individu.
Adanya tingkat kesadaran didalam berkomunikasi diantara warga-warga dalam kehidupan bermasyarakat dapat membuat  masyarakat dipertahankan sebagai suatu kesatuan dan menciptakan apa yang dinamakan sebagai suatu sistem komunikasi. Karena kelangsungan kesatuannya dengan jalan komunikasi itu, setiap masyarakat dapat membentuk kebudayaan berdasarkan sistem komunikasinya masing-masing.









DAFTAR PUSTAKA

Gunawan,H. Sosiologi Pendidikan, Bandung: Rineka Cipta, 2010
Mubarak, Zaki. Menjadi Cendikiawan Muslim : Kuliah Islam di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Magenta Bhakti Guna, 2010
Sahrul. Sosiologi Islam. Medan : IAIN PRESS, 2001
Soekanto,Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar . Jakarta : Rajawali Pers, 1990

Tim Sosiologi, Sosiologi 1, Jakarta: Yudhistira, 2007

DESAIN PENELITIAN PENDIDIKAN KUALITATIF

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Desain penelitian merupakan bagian dari perencanaan penelitian yang menunjukkan usaha peneliti dalam melihat apakah penelitian yang direncanakan telah memiliki validitas internal dan validitas eksternal yang komprehensif.
Pada penelitian kualitatif, bentuk desain penelitian dimungkinkan bervariasi karena sesuai dengan bentuk alami penelitian kualitatif itu sendiri yang mempunyai sifat emergent dimana penomena muncul sesuai dengan prinsip alami yaitu penomena apa adanya sesuai dengan yang dijumpai oleh seorang peneliti dalam proses penelitian dilapangan.
Penelitian kualitatif dapat dipandang juga sebagai penelitian partisipatif yang desain penelitiannya memiliki sifat fleksibel atau dimungkinkan untuk diubah guna menyesuaikan dari rencana yang telah dibuat, dengan gejala yang ada pada tempat penelitian yang sebenarnya. Oleh karena itu seorang peneliti belum mengetahui tentang responden dan apa yang akan ditanyakan kepada mereka, maka mereka diperbolehkan melakukan perubahan.
Dalam penelitian kualitatif, bacaan yang luas dan up to date merupakan syarat mutlak yang perlu dilakukan oleh seorang peneliti guna mendalami teori yang relevan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Desain Penelitian Kualitatif?
2.      Apa Saja Desain Pelaksanaan Penelitian?
3.      Apa Saja Unsur-Unsur Desain Penelitian Kualitatif?
4.      Apa Saja Jenis-Jenis Desain Penelitian?
5.      Bagaimana Sistematika Penulisan Laporan Penelitian Kualitatif?

C.    Tujuan
1.      Mampu Mengetahui Pengertian Desain Penelitian Kualitatif.
2.      Mampu Mengetahui Desain Pelaksanaan Penelitian.
3.      Mampu Mengetahui Unsur-Unsur Dalam Desain Penelitian Kualitatif
4.      Mampu Mengetahui Jenis-Jenis Desain Penelitian.
5.      Mampu Mengetahui Sistematika Penulisan Laporan Penelitian Kualitatif.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan suatu rencana dan struktur penelitian yang dibuat sedemikian rupa agar diperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian. Rencana tersebut merupakan program menyeluruh dari penelitian. Dalam rencana tersebut tercakup hal-hal yang dilakukan peneliti mulai dari membuat hipotesis dan implikasinya secara operasional sampai kepada analisis data akhir.[1]
Desain dari penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian hanya mengenai pengumpulan dan analisis data saja, dan dalam pengertian yang luas, desain penelitian mencakup proses-proses berikut:[2]
a.         Identifikasi dan pemilihan masalah penelitian.
b.        Pemilihan kerangka konseptual untuk masalah penelitian serta hubungan-hubungan dengan penelitian sebelumnya.
c.         Memformulasikan masalah penelitian termasuk membuat spesifikasi dari tujuan luas jangkau (scope), dan hipotesis untuk diuji.
d.        Membangun penyelidikan atau percobaan.
e.         Memilih serta memberikan defenisi terhadap pengukuran variabel-variabel.
f.         Memilih prosedur dan teknik sampling yang digunakan.
g.        Menyusun alat serta teknik untuk mengumpulkan data.
h.        Membuat coding, serta mengadakan editing dan processing data.
i.          Menganalisis data serta pemilihan prosedur statistik untuk mengadakan generalisasi serta inferensi statistik.
j.          Pelaporan hasil penelitian, termasuk proses penelitian, diskusi serta interprestasi data, generalisasi, kekurangan-kekurangan dalam penemuan, serta menganjurkan beberapa saran-saran dan kerja penelitian yang akan datang.



B.     Desain Pelaksanaan Penelitian
Desain pelaksanaan penelitian meliputi proses membuat percobaan ataupun pengamatan serta memilih pengukuran-pengukuran variable, memilih posedur dan teknik sampling, alat-alat untuk mengumpulkan data kemudian membuat coding, editing dan memproses data yang dikumpulkan, dalam pelaksanaan penelitian, termasuk juga proses analisa data serta membuat pelaporan. Oleh Suchman (1967) desain dalam pelaksanaan penelitian dibagi atas :[3]
ü  Desain Sampel
ü  Desain Alat (instrument) dan
ü  Desain Analisis
1.      Desain Sampel
Desain sampel yang akan digunakan dalam operasional penelitian amat tergantung dari pandangan efisiensi, yaitu :
·         Mendefinisikan populasi
·         Menentukan besarnya sampel
·         Menentukan sampel yang representatif
2.      Desain dari instrument atau alat
Yang dimaksud dengan alat disini adalah alat untuk mengumpulkan data. Walau metode penelitian apa saja yang digunakan, masalah desain terhadap alat untuk mengumpulkan data sangat menentukan dalam pengujian hipotesis. Alat yang digunakan dapat saja sangat berstruktur (seperti check list dari questionair atau schedule), kurang berstruktur (seperti interview guide), ataupun suatu outline biasa di dalam mencatat pengamatan langsung. Pemilihan alat harus dievaluasikan sebaik mungkin sehingga alat tersebut cocok dengan informasi yang diinginkan untuk memperoleh data yang cukup reliable. Kecuali dalam penelitian percobaan, maka alat yang digunakan dalam penelitian sosial sukar menjamin terdapatnya validitas mutlak dari obsrvasi data. Satu alat bisa saja untuk satu kegunaan, tetapi menjadi tidak valid untuk tujuan yang lain. Secara umum desain dari alat haruslah dievaluasikan sebelum digunakan untuk dapat menjamin efisiensi dalam mengumpulkan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk menguji hipotesis.



3.      Desain Analisis
Secara ideal desain analisis sudah dikerjakan lebih dahulu sebelum pengumpulan data dimulai. Jika desain dalam memformulasikan hipotesis sudah cukup baik, maka desain analisis secara pararel dapat dikembangkan dari desain merumuskan hipotesis tersebut. Hipotesis tersebut dianggap baik jika ia konsisten dengan analisis yang akan dibuat.
Dalam desain analisis, maka diperlukan sekali alat-alat yang digunakan untuk membantu analisis. Penggunaan statistik yang tepat yang sesuai dengan keperluan analisis harus dipilih sebaik-baiknya.[4]

C.    Unsur-Unsur Desain Penelitian Kualitatif
Pada hakikatnya desain penelitian kualitatif ini bersifat “emergent” atau tidak dapat dimantapkan pada taraf permulaan dan baru mendapat bentuk yang lebih jelas sepanjang penelitian itu dijalankan, namun untuk kepentingan penulisan laporan, peneliti sebaiknya membuat suatu desain yang dapat menjadi bahan untuk dipertimbangkan kebenarannya. Dianjurkan agar peneliti mengadakan survey pendahuluan agar diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai masalah penelitiannya.
Dalam penyusunan desain penelitian kualitatif, Bogdan dan Biklen (1982) menjelaskan unsur-unsur penelitian kualitatif, yaitu :[5]
1.      Menentukan fokus penelitian.
      Penelitian kualitatif memilih pokok permasalahan yang akan diteliti. Masalah yang akan diteliti, yang pada awalnya masih umum dan samar-samar akan bertambah jelas dan mendapat fokus setelah peneliti berada dalam lapangan. Perumusan permasalahan mempunyai rencana penting dalam mengarahkan penelitian dan setiap permasalahan yang telah dirumuskan ada kemungkinan mengalami perubahan.
2.      Penyesuaian Paradigma Penelitian dengan teori
Dalam penelitian kualitatif temuan-temuan lapangan dapat memunculkan teori baru. Teori baru tersebut seharusnya sesuai dengan paradigma yang dihasilkan teori tersebut. Tidak dipastikan terlebih dahulu teori apa yang akan dijadikan pegangan. Namun tidak berarti bahwa penelitian naturalistik sama sekali tidak memerlukan teori. Dalam mengadakan tafsiran untuk mengetahui maknanya, peneliti dengan sendirinya akan menggunakan teori yang dianggapnya dapat membantunya. Namun tidak berpegang pada satu teori.
3.      Menentukan sumber data lokasi para responden
Dalam penelitian naturalistik yang dijadikan sampel hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi. Sampel dapat berupa hal, peristiwa, manusia, situasi yang diobservasi. Sering sampel berupa responden yang dapat diwawancarai.
Untuk memperoleh informasi tertentu sampling dapat diteruskan sampai dicapai taraf “redundancy”, ketuntasan atau kejenuhan, artinya bahwa dengan menggunakan responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang berarti.
Perencanaan sampling dilakukan dengan dasar pertimbangan, sebagai berikut:
a.       Menyiapkan indentifikasi unsur-unsur awal
b.      Menyiapkan munculnya sampel secara purposive
c.       Memfokuskan sampel secara kontiniu
d.      Menetapkan kapan sampling dihentikan
4.      Menentukan tahap-tahap penelitian
Dalam penelitian dirumuskan bagaimana proses berlangsungnya penelitian dari suatu tahap ketahap berikutnya. Tahapan tersebut meliputi tiga tahap, yaitu:
a.      Tahap Orientasi
b.      Tahap eksplorasi
c.       Memberi chek dengan mengecek temuan akhir
5.      Menentukan instrumen penelitian
Instrumen yang utama ialah peneliti itu sendiri. Pada awal penelitian, penelitilah alat satu-satunya. Ada kemungkinan hanya dialah yang merupakan alat sampai akhir penelitian. Namun setelah penelitian berlangsung selama waktu tertentu, diperoleh fokus yang lebih jelas, maka ada kemungkinan untuk mengadakan angket dan wawancara yang lebih berstruktur untuk memperoleh data ulang yang lebih spesifik.
6.      Merencanakan Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan informasi sesuai dengan tujuan penelitian, peneliti mengandalkan teknik-teknik pengumpulan data, misalnya wawancara, observasi serta analisis dokumen.
7.      Merencanakan Prosedur Analisis.
Analisis dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian. Pengamatan tidak mungkin tanpa analisis dan tafsiran untuk mengetahui apa maknanya. Analisis dilakukan untuk mengembangkan hipotesis dan teori berdasarkan data yang diperoleh.[6]
8.      Merencanakan logistik.
Peneliti harus memikirkan hal-hal yang diperlukan sebelum, sewaktu dan sesudah penelitian di lapangan, misalnya mempertimbangkan kebutuhan perlengkapan awal sebelum penelitian dilaksanakan, perlengkapan sebelum kunjungan lapangan, perlengkapan pada waktu berada dilapangan, dan lain-lain.
9.      Pemeriksaan Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian kualitatif yang diperoleh dari lapangan diperiksa melalui kriteria dan teknik tertentu. Ada empat Kriteria yang dapat digunakan untuk memeriksa keabsahan data, yaitu kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability).[7]

D.    Jenis-Jenis Desain Penelitian
Mc Grath (1970) membagi desain penelitian atas lima, yaitu percobaan dengan kontrol, studi, survey, investigasi, dan penelitian tindakan. Sedangkan Barnes (1964) membagi desain penelitian atas :[8]
·         Studi “Sebelum-sesudah” dengan kelompok kontrol
·         Studi “Sesudah Saja” dengan kelompok kontrol
·         Studi “Sebelum-sesudah” dengan satu kelompok
·         Studi “Sesudah Saja” tanpa kontrol dan,
·         Percobaan ex post facto.
Sedangkan Selletiz, et al. (1964) membagi desain penelitian atas tiga yaitu :
·         Desain untuk studi eksploratif dan formulatif
·         Desain untuk studi deskreptif
·         Desain untuk studi menguji hipotesa kausal
Shah (1972) mencoba membagi desain penelitian atas 6 jenis yaitu :
·                Desain untuk penelitian yang ada kontrol
·                Desain untuk studi deskriptif dan analitis
·                Desain untuk studi lapangan
·                Desain untuk studi dengan dimensi waktu
·                Desain untuk studi evaluative-nonevaluatif dan
·                Desain dengan menggunakan data primer atau sumber data sekunder
1.      Desain Penelitian yang ada Kontrol
Desain penelitian ini adalah desain percobaan atau desain bukan percobaan. Kedua desain tersebut mempunyai kontrol. Dalam desain percobaan, beberapa variable dikontrol dan beberapa merupakan kontrol. Dalam percobaan, si peneliti mengadakan manipulasi terhadap beberapa variable atau faktor yang merupakan fenomena yang meyebabkan munculnya hasil yang sedang diteliti. Desain percoban ini biasanya dipakai untuk meneliti fenomena natural.[9]
2.      Desain Penelitian Deskriptif-Analitis
Penelitian yang noneksperimental dapat dibagi atas peneltian deskreptif dan penelitian analitis. Penelitian deskreptif  adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat. Dalam desain studi deskreptif yang berkehendak hanya untuk mengenal fenomena-fenomena untuk keperluan studi selanjutnya. Dalam studi deskriptif juga termasuk :
a)      Studi untuk melukiskan secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena, kelompok atau individu dan
b)      Studi untuk menentukan frekuensi terjadinya suatu keadaan untuk meminimisasikan dan memaksimumkan realibilitas.
Desain studi analisis lebih banyak dibatasi oleh keperluan-keperluan pengukuran, dan menghendaki suatu desain yang menggunakan model seperti pada desain percobaan.
Sesuai dengan metode penelitian, maka desain deskriptif dan analisa dapat dibagi  pula atas tiga, yaitu : desain studi historis, desain studi kasus dan desain surve. Seperti sudah dijelaskan, metode penelitian sejarah mencakup empat aspek yaitu ; historis, menguji secara kritis asal dan keaslian sumber sejarah serta validitas dari isi sumber tersebut memberikan interpretasi dan pengelompokan dari fakta-fakta serta hubungannya dan formulasi serta melukiskan hasil penemuan (Gee, 1950).[10]
3.      Desain Penelitian Lapangan atau Bukan
Desain percobaan dapat dilihat dari sudut apakah penelitian tersebut merupakan setting dengan menggunakan lapangan atau tidak. Desain penelitian sejarah, misalnya kurang menggunakan penelitian lapangan, karena banyak kerja penelitian dilakukan untuk mendapatkan dokumen-dokumen di museum, perpustakaan dan sebagainya. Sebaliknya, desain untuk penelitian percobaan lebih banyak dilakukan dilapangan. Keadaan serta tingkat kontrol yang dapat dilakukan juga dipengaruhi oleh ada tidaknya kerja lapangan dalam penelitian.

4.      Desain Penelitian dalam hubungan dengan waktu
Dalam hubungannya dengan waktu serta pengulangan penelitian, maka penelitian percobaan dan penelitian dengan menggunakan metode sejarah memakai desain di mana penyelidikan dilakukan dalam suatu interval waktu tertentu.[11]
5.      Desain dengan Tujuan Evaluatif atau Bukan
Suchman (1967) memberi definisi penelitian evaluasi sebagai penentuan (apakah berdasarkan opini, catatan, data subjek atau obyek) hasil (apakah baik atau tidak baik, sementara atau permanen, segera ataupun ditunda) yang diperoleh dengan beberapa kegiatan (suatu program, sebagian  dari program, dan sebagainya) yang dibuat untuk memperoleh suatu tujuan tentang nilai atau permormance. Desain penelitian evaluatif harus selalu mengenai perubahan yang terjadi menurut waktu.[12]
6.      Desain Penelitian dengan Data Primer/Sekunder
Sebagaian besar dari tujuan desain penelitian adalah untuk memperoleh data yang relevan, dapat dipercaya, dan valid. Dalam mengumpulkan data, maka si peneliti dapat bekerja sendiri untuk mengumpulkan data atau menggunakan data orang lain. Jika data primer yang diinginkan, maka sipeneliti dapat menggunakan teknik dan alat untuk mengumpulkan data seperti observasi langsung, menggunakan informan, menggunakan questionair, schedule dan sebagainya.
Jika data yang diinginkan adalah data primer, maka desain yang dibuat harus menjamin pengumpulan data yang efesien dengan alat dan teknik serta karakteristik dari responden. Jika peneliti ingin menggunakan data sekunder, maka si peneliti harus mengadakan evaluasi terhadap sumber, keadaan data sekundernya, dan juga si peneliti harus menerima limitasi-limitasi dari data tersebut.
Desain penelitian merupakan perpaduan antara kepustakaan dan revisi, dimana suatu keputusan yang diambil selalu diringi dengan pengaruh adanya keseimbangan dalam proses. Tiap keputusan harus disandarkan kepada metode ilmiah, tetapi menterjemahkan keputusan tersebut dalam suatu prosedur operasional yang khas memerlukan seni dan keterampilan. Desain yang ideal sekurang-kurangnya harus mempunyai ciri-ciri berikut ini (Suchman):
ü  Dibentuk berdasarkan metode ilmiah
ü  Dapat dilaksanakan dengan data dan teknik yang ada
ü  Cocok untuk tujuan penelitian, dalam artian harus menjamin validitas penemuan untuk memecahkan masalah
ü  Harus ada orginalitas dalam membuat desain yang inventif sifatnya.
ü  Ada keindahan dalam desain, dalam artian bahwa desain tersebut seimbang.
ü  Desain harus cocok dengan biaya penelitian, dan dengan kemampuan sumber manusia.
Desain memberi pegangan yang lebih jelas kepada peneliti dalam melakukan penelitiannya . Dalam desain antara lain harus ada :
a)      Populasi sasaran
b)      Metode sampling
c)      Besar sampling
d)     Prosedur pengumpulan data
e)      Cara-cara menganalisis data setelah terkumpul
f)       Perlu tidaknya statistik
g)      Cara mengambil penelitian
Desain penelitian selain memberi gambaran yang jelas tentang apa yang harus dilakukan juga memberi gambaran tentang macam-macam kesulitan yang akan dihadapi yang mungkin juga telah dihadapi oleh para peneliti lain.[13]
Bentuk-bentuk desain penelitian :
1)      Desain Survey : Suatu penelitian survey, survey bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang orang yang jumlahnya besar, dengan cara mewawancarai sejumlah kecil dari populasi itu. Survey dapat digunakan dalam penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, maupuan eksperimental.
2)      Desain Case Study adalah bentuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya.
3)      Desain Eksperimen

E.     Sistematika Penelitian Kualitatif
Secara esensial terdapat beberapa kesulitan didalam membuat desain penelitian kualitatif dengan menggunakan model umum. Hal ini disebabkan oleh:[14]
                      i.            Desain penelitian kualitatif itu adalah penelitiannya sendiri
                    ii.            Masalah dan tujuan penelitian kualitatif yang amat beragam dan kasuistik sehingga sulit membuat kesamaan desain penelitian yang bersifat umum, dengan kata lain, masalah dan tujuan penelitian kualitatif bersifat kasuistik.
Contoh format desain penelitian kualitatif:
       I.            Pendahuluan
a.       Latar Belakang
b.      Identifikasi Masalah
c.       Batasan Masalah
d.      Rumusan Masalah
e.       Tujuan Penelitian
f.       Manfaat Penelitian
    II.            Kajian Teori dan Kerangka Pikir
a.       Kajian Teori
b.      Penelitian Yang Relevan
c.       Kerangka Pikir
 III.            Metodologi Penelitian
a.       Lokasi Penelitian
b.      Waktu Penelitian
c.       Bentuk Penelitian
d.      Sumber Data
e.       Teknik Pengumpulan Data
f.       Teknik Cuplikan/Sampling
g.      Validitas Data
h.      Teknik Analisis
 IV.            Pembahasan dan Analisis
a.       Deskripsi Data
b.      Pembahasan/Analisis
c.       Pokok-Pokok Temuan Penelitian
d.      Analisis Justifikasi
    V.            Penutup
a.       Simpulan
b.      Implikasi
c.       Rekomendasi
Daftar Pustaka
Lampiran


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1)      Desain penelitian merupakan bagian dari perencanaan penelitian yang menunjukkan usaha peneliti dalam melihat apakah penelitian yang direncanakan telah memiliki validitas internal dan eksternal yang komprehensif.
2)      Pada penelitian kualitatif, bentuk desain dimungkinkan bervariasi karena sesuai dengan bentuk alami penelitian kualitatif itu sendiri yang mempunyai sifat emergent dimana phenomena muncul sesuai dengan apa yang dijumpai peneliti dalam proses penelitian di lapangan.
3)      Desain penelitian pada umumnya mengandung unsur-unsur seperti berikut:
a) fokus penelitian b) paradigma penelitian c) kesesuaian antara paradigma dengan teori yang dikembangkan d) sumber data yang dapat digali e) tahapan penelitian
f) instrumen penelitian g) rencana pengumpulan data dan pencatatannya
h) rencana analisis data  i) rencana tingkat kepercayaan dan kebenaran penelitian
j) rencana lokasi dan tempat penelitian k) etika penelitian l) rencana penulisan dan penyelesaian penelitian.
4)      Desain penelitian kualitatif seringkali tidak dinyatakan secara detail, bersifat fleksibel tumbuh dan berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di lapangan
5)      Hasil penelitian lebih bersifat terbuka dan tidak membatasi variabel seperti dalam penelitian kualitatif.
6)      Instrumen penelitian kualitatif pada umumnya lebih bersifat internal, dan subyektif yang direfleksikan dengan “peneliti sebagai instrumen”.







DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan (Ed.), Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo, 2001.
Mulyana, Dedi, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakrya, 2003.
Nazir, Moh, Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia, 2014.
Rumengan, Jemmy, Metodologi Penelitian, Bandung: Ciptapustaka Media Perintis, 2013.
Syahrum dan Salim, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2012.




[1] Jemmy Rumengan, Metodologi Penelitian, (Bandung; Ciptapustaka Media Perintis, 2013) Hlm. 48
[2] Moh.Nazir, Metode Penelitian (Bogor : Ghalia Indonesia, 2014) , Hlm: 70
[3] Moh.Nazir, Metode Penelitian (Bogor : Ghalia Indonesia, 2014) , Hlm: 72
[4] Moh.Nazir, Metode Penelitian (Bogor : Ghalia Indonesia, 2014) , Hlm: 73
[5] Salim dan Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Citapustaka Media, 2012), Hlm: 186

[6]  Ibid, Hlm: 190
[7] Ibid, Hlm: 191
[8] Moh.Nazir, Metode Penelitian (Bogor : Ghalia Indonesia, 2014) , Hlm: 74
[9] Ibid, Hlm : 74
[10] Ibid, Hlm : 75
[11] Dedi Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakrya, 2003), 158
[12] Moh.Nazir, Metode Penelitian (Bogor : Ghalia Indonesia, 2014) , Hlm: 76
[13] Dedi Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakrya, 2003), 160
[14] Burhan Bungin (Ed.), Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta; Rajagrafindo, 2001), Hlm. 60-65