Minggu, 02 Maret 2014
MAKALAH PARADOKS MATEMATIKA
Tugas Sejarah Matematika
*** PARADOKS MATEMATIKA ***
Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah PMM 5
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
Nama : 1. Lailan Sakinah (35.12.3.152)
2. Maulida Permata Sari (35.12.4.156)
Jurusan : PMM 5 Semester III
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
T.P 2013/201
PARADOKS MATEMATIKA
A. Pengertian Paradoks
Paradoks adalah (1) suatu situasi yang timbul dari sejumlah premis (apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan; (2) asumsi; (3) kalimat atau proposisi yg dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dl logika), yang diakui kebenarannya yang bertolak dari suatu pernyataan dan akan tiba pada suatu konflik atau kontradiksi.(wikipedia)
Menurut KBBI definisi dari kata paradoks adalah: "Pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran."(KBBI)
Sebuah 'paradoks adalah sebuah pernyataan yang betul atau sekelompok pernyataan yang menuju ke sebuah kontradiksi atau ke sebuah situasi yang berlawanan dengan intuisi. Biasanya, baik pernyataan dalam pertanyaan tidak termasuk kontradiksi, hasil yang membingungkan bukan sebuah kontradiksi, atau "premis"nya tidak sepenuhnya betul (atau, tidak dapat semuanya betul). Pengenalan ambiguitas, dan perkiraan yang tak diutarakan di paradoks yang dikenal sering kali menuju ke peningkatan dalam sains, filsafat, dan matematika.
Kata paradoks seringkali digunakan dengan kontradiksi, tetapi sebuah kontradiksi oleh definisi tidak dapat benar, banyak paradoks dapat memiliki sebuah jawaban, meskipun banyak yang tetap tak terpecahkan, atau hanya terpecahkan dengan perdebatan (seperti paradoks Curry). Dan juga istilah ini digunakan untuk situasi yang mengejutkan seperti paradoks Ulang Tahun. Ini juga digunakan dalam ekonomi, di mana sebuah paradoks adalah sebuah hasil tidak intuitif dari teori ekonomi.
Etimologi paradoks dapat ditelusuri kembali ke Renaissance. Bentuk awal dari kata ini muncul dalam bahasa Latin paradoxum dan berhubungan dengan bahasa Yunani paradoxon. Kata ini terdiri dari preposisi para yang berarti "dengan cara", atau "menurut" digabungkan dengan nama benda doxa, yang berarti "apa yang diterima". Bandingkan dengan ortodoks (secara harafiah "pengajaran langsung") dan heterodoks (secara harafiah "ajaran berbeda"). Paradoks pembohong dan paradoks lainnya dipelajari dalam zaman pertengahan.
B. Pengenalan Tentang Paradoks Matematika
Matematikawan selalu menghadapi masalah karena mereka memperluas pengetahuan mereka tentang bidang mereka. Sebagian besar masalah dapat diselesaikan. Namun, beberapa tampaknya tidak ada solusi dan bahkan dapat menantang matematika, itulah sebabnya mereka selalu menimbulkan masalah seperti matematika. Ini dikenal sebagai paradoks, yang pernyataan yang tampaknya bertentangan sendiri atau muncul tidak logis, tapi tetap bisa jadi benar. Contohnya adalah berkata, "Aku selalu berbohong." Jika Anda berbohong, Anda mengatakan yang sebenarnya, tetapi jika Anda mengatakan yang sebenarnya, Anda berbohong. Paradoks Zeno dengan tak terhingga, dari Cantor dan Russell dengan teori himpunan, dan paradoks kembar dalam fisika relativitas telah menciptakan masalah dan argumen untuk matematikawan, serta memaksa mereka untuk berpikir tentang subyek matematika dengan cara yang berbeda dari sebelumnya.
Zeno, filsuf Yunani yang tinggal di abad kelima SM, menciptakan beberapa paradoks untuk menunjukkan gagasan ruang dan waktu yang terpisah, dan bahwa dengan membagi mereka satu datang ke banyak kontradiksi.
Tema umum dalam paradoks termasuk referensi sendiri yang langsung dan tak langsung, tak terhingga, definisi berputar, dan tingkatan alasan yang membingungkan. Paradoks yang tidak berdasarkan dalam sebuah "error" tersembunyi biasanya terjadi di pinggiran konteks atau bahasa, dan membutuhkan pengembangan konteks (atau bahasa) untuk menghilangkan kualitas paradoks mereka.
Dalam filosofi moral, paradoks memainkan peranan pusat dalam debat tentang etik. Misalnya, peringatan etis untuk "mencintai tetangga anda" adalah tidak hanya kontras dengan, tetapi berkontradiksi kepada tetangga bersenjata yang giat mencoba membunuh anda: bila dia berhasil, anda tidak akan berhasil untuk mencintainya. Tetapi untuk menyerang mereka terlebih dahulu atau menahan mereka biasanya tidak dimengerti sebagai tindakan cinta. Ini dapat disebut sebagai dilema etik. Contoh lainnya, adalah konflik antara perintah untuk tidak mencuri dan untuk memberi perhatian kepada keluarga yang anda tidak mampu memberi mereka makan tanpa mencuri uang.
Paradoks juga dinamakan antinomi karena melanggar hukum kontradiksi principium contradictionis (law of contradiction). Paradoks yang tertua dan sangat terkenal adalah paradox pembohong (liar paradox).
Pernyataan:
Epimenides si orang Kreta mengatakan bahwa semua orang Kreta adalah pembohong
Rangkaian premis berikut in akan tiba pada dua konklusi yang bertentangan:
• Jika apa yang dikatan Epimenides benar, ia bukan pembohong.
• Jika Epimenides bukan pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar.
• Jika apa yang dikatakannya tidak benar, ia pembohong.
Konklusi pertama
• Jadi, ia adalah pembohong dan bukan orang jujur.
• Jika yang dikatakan Epimenides tidak benar, ia adalah pembohong.
• Jika ia pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar.
• Jika apa yang dikatakannya tidak benar, itu berarti bahwa ia adalah orang jujur.
Konklusi kedua
• Jadi, ia adalah orang jujur dan bukan pembohong.
Apa yang dikatakan Epimenides sebenarnya secara serentak mengandung kebohongan dan kebenaran. Jika kebohongan, berarti ia benar-benar pembohong, dan jika kebenaran, ia adalah seorang yang jujur.
Sama seperti dilema, paradoks biasa digunakan untuk mematahkan argumentasi lawan dengan menempatkannya ke dalam situasi yang sulit dan serba salah.
Paradoks Epimendes diatas jadi masalah besar, terutama bagi para matematikawan, yang memandang dimana dunia itu adalah salah atau benar dan sebuah pernyatan harus punya nilai jelas antara 0 dan 1 atau True (T) dan False (F).
Paradoks terjadi karena kita mengambil referensi dari diri kita sendiri (Self-reference). Kurt Gödel, di tahun 1931, menjelaskan problema self-reference diatas dalam sebuah teorema yang dikenal dengan nama Godel’s Theorema, yang mengatakan:
“To every ω-consistent recursive class χ of formulae there correspond recursive class signs r, such that neither v Gen r nor Neg(v Gen r) belongs to Flg(&chi) (where v is the free variable of r.”
Teorema Godel sendiri terlihat persis seperti sebuah paradoks juga. Intinya niscaya kita akan bertemu dengan kontradiksi kalau kita melakukan self-reference atau kalaupun kita melakukan self-reference pastikan kalau kita tahu bahwa itu adalah self-reference.
Selain Godel, banyak lagi para ahli matematika dan filsafat lainnya yang melontarkan pernyataan berupa paradoks. Misalkan Paradoks Russell, Paradoks Galileo, Ada kalanya paradoks tersebut sederhana tapi ada juga yang rumit untuk dipecahkan.
C. Pengenalan Tentang Paradokz Zeno, Cantor dan Russell
1. Paradoks Zeno
Zeno dikenal banyak orang karena namanya tercantum pada halaman pertama buku Parmenides karangan Plato. Diperkirakan bahwa saat itu Zeno berumur 40 tahun, sedang Socrates masih remaja, kisaran usia 20 tahun. Dengan mengetahui bahwa Socrates lahir pada 469 SM, maka diperkirakan Zeno lahir pada tahun 490 SM. Disinyalir bahwa Zeno mempunyai hubungan “khusus” dengan Parmenides. Tulisan Aristoteles yang terdapat pada Simplicius terbit ribuan tahun setelah Zeno digunakan sebagai acuan.
Zeno dari Elea, mempunyai cara tersendiri untuk mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap sesuatu pengertian yang diungkapkan oleh para pemikir sezamannya. Ia tidak terang-terangan mengemukakan dalil bantahan melainkan ia meminjam hipotesis lawan untuk menyusun masalah yang cukup aneh sehingga, mau tak mau, masalah itu ikut dibantah oleh pembuat hipotesis itu sendiri. Rumusan masalah cocok dengan hipotesis tetapi isinya tidak dapat diterma oleh kenyataan praktek. Sesungguhnya rumusan Zeno yang asli tidak lagi kita ketahui secara langsung. Semua maslah yang dikemukannya kita ketahui menurut apa yang diceritakan oleh orang lain. Gaya ceritanya mungki bermacam-macam namun masalahnya yang sama yakni kesemuanya merupakan paradoks .
Pemikir dari zaman Yunani Kuno yang tidak kalah terkenalnya dengan Pytagoras adalah Zeno. Zeno dari Elea terkenal dengan paradoksnya yang sempat menghebohkan para pemikir selama hampir dua puluh abad lamanya.
Paradoks zeno muncul sebagai ungkapan ketidaksetujuan Zeno terhadap pemikiran para pemikir di zamannya. Paradoks ini disusun dengan meminjam hipotesis lawan untuk menyusun suatu masalah yang cukup aneh. Beberapa paradoks tersebut diantaranya adalah:
a. Dikotomi
Apabila anda akan berlari pada gelanggang perlombaan, maka anda harus menempuh dulu jarak separuhnya sebelum anda dapat menempuh keseluruhannya. Dari sisa separuhnya, anda juga harus menempuh dulu separuhnya lagi sebelum anda dapat menempuh keseluruhannya. Demikian terus menerus menempuh separuh jarak dari sisanya sebanyak tak hingga kali. Jadi pada jarak lari tersebut terdapat tak hingga titik. Tidak mungkin dapat menempuh tak hingga titik dalam waktu yang terhingga.
Kesimpulan : Anda tidak akan sampai pada ujung jarak lari tersebut.
b. Achilles
Achilles yang terkenal dapat berlari cepat berlomba lari dengan kura-kura yang tidak dapat berlari cepat. Mereka menuju ke arah yang sama sedangkan kura-kura sedikit di depan Achilles. Betapa cepatpun achilles berlari, mula-mula ia harus mencapai dulu tempat kura-kura itu mulai beranjak. Namun pada saat itu kura-kura telah maju beberapa jarak ke depan. Kemudian Achilles haris menempuh lagi jarak ke tempat kura-kura itu namun pada saat itu kura-kura sudah maju lagi. Demikian terus-menerus, Achilles hanya akan selalu mendekati kura-kura tersebut.
Kesimpulan : Achilles tidak mungkin menyusul kura-kura tersebut.
c. Panah
Anak panah dilepaskan dari busurnya. Pada suatu ketika, anak panah itu akan menempati suatu ruang tepat sepanjang ukuran anak panah tersebut. Dalam ketika itu anak panah tidak bergerak. Katakanlah bahwa ketika itu adalah kini. Jadi pada ketika kini, anak panah itu tidak bergerak.pada kini berikutnya, dengan alasan yang sama anak panah itu tidak bergerak. Demikian seterusnya, karena jalannya waktu adalah kini yang satu ke kini berikutnya.
Kesimpulan: anak panah yang dilepaskan dari busurnya tidak dapat bergerak.
d. Stadium
Dalam suatu stadium perlombaan terdapat tiga deretan benda masing-masing deretan A, B, dan C. Deretan benda A diam di suatu tempat dari stadium itu sedangkan deretan B dan C bergerak dengan arah yang berlawanan. Setelah mengelilingi stadium, deretan benda B dan C kembali lagi ke tempat deretan benda A. Sampai pada saat itu deretan benda B telah melewati dua kali lebih banyak benda pada deretan benda C daripada benda pada deretan benda A. Tetapi waktu yang dipergunakan oleh deretan benda B dan C adalah sama.
Kesimpulan : Suatu selang waktu sama dengan dua kalinya.
Uraian-uraian Zeno diatas tidak dapat diterima sebagai suatu kebenaran secara pengalaman, namun belum dapat dibantah sebagai suatu ketidakbenaran secara logika. Tanggapan-tanggapan pun muncul dari para pemikir. Tanggapan yang paling umum adalah dugaan bahwa Zeno sedang mempertentangkan pemikiran orang-orang di zamannya.
Paradoks Zeno menyebabkan matematikawan berpikir hati-hati tentang konsep infinity dan infinitesimals dan tidak membuat asumsi tentang mereka. Dalam sebuah kuliah tentang Pythagoras dan ilmu Pythagoras dengan Dr Shirley kita belajar bahwa infinitesimals menciptakan masalah bagi orang Yunani. Ilmu Pythagoras ditemui krisis besar pertama dalam matematika ketika mereka menemukan akar kuadrat dari 2 ketika bekerja dengan segitiga. Mereka menganggap semua segitiga siku-siku akan memiliki panjang terbatas, dan terkejut ketika mereka menemukan sebuah segitiga 45-45-90, yang memiliki akar kuadrat dari 2 sebagai panjang sisi miring.
Penelitian infinite Zeno sangat penting untuk matematika karena membantu memimpin perkembangan besar dalam kalkulus. Batas menemukan pendekatan fungsi sebagai mendekati tak terbatas, dan dalam Shirley pada kalkulus kita belajar batas yang diselesaikan krisis kedua dalam matematika tentang bagaimana menafsirkan sebuah "ekstra" dx dalam masalah derivatif. Selanjutnya, di tahun 1600-an Leibniz menjadi terganggu dengan menggunakannya infinitesimals dalam diferensiasi, dan memutuskan untuk membenarkan penggunaan mereka. Walaupun untuk Leibniz itu tidak pernah benar-benar penting maupun tidak infinitesimals ada, ia menemukan bahwa jika rasio tertentu adalah benar ketika kuantitas terbatas, maka rasio yang sama akan berlaku ketika berhadapan dengan batas-batas dan nilai-nilai yang tak terbatas. Teknik manipulasi menjadi sangat berguna untuk Johann dan Jakob Bernoulli yang menerima infinitesimals sebagai identitas matematika dan menggunakannya untuk membuat penemuan penting dalam kalkulus dan aplikasinya (Katz 530-1).
2. Paradoks Cantor
Paradoks yang diciptakan oleh Cantor di paruh kedua abad ke 19 mencakup konsep kardinalitas dan hubungannya dengan Teori himpunan (Katz 734). Kardinalitas pada dasarnya menjelaskan berapa banyak nomor dalam satu himpunan, karena himpunan terbatas itu adalah yang sederhana seperti menghitung, tetapi himpunan yang tak terbatas tidak dapat memiliki kardinalitas yang dapat diwakili oleh seluruh nomor. Ia menemukan bahwa jika anggota n2 untuk setiap anggota dari himpunan, yang berarti mereka memiliki satu-ke-satu korespondensi.
Cantor membuktikan bahwa himpunan bilangan real memiliki kardinalitas lebih besar dari himpunan bilangan bulat, paradoks berarti bahwa himpunan tak terhingga dari bilangan real adalah "lebih besar" dari himpunan tak terhingga bilangan bulat. Secara umum, paradoks Cantor dimulai dengan menyatakan bahwa himpunan semua himpunan (sebut saja himpunan B) adalah kekuatannya sendiri himpunan, dimana himpunan daya adalah himpunan semua subhimpunan dari sebuah himpunan A. Power himpunan selalu lebih besar daripada himpunan yang terkait dengan mereka (Weisstein, "Power Himpunan" 1). Paradoksnya menyimpulkan yang diberikan himpunan B, kardinalitas himpunan B harus lebih besar dari dirinya sendiri. Untuk memahami paradoks, kita harus mempertimbangkan Teorema Cantor, yang menyatakan bahwa kardinalitas himpunan lebih rendah dari kardinalitas dari semua himpunan bagian perusahaan (Weisstein, "Cantori Teorema 1).
Paradoksnya adalah bahwa jika himpunan B adalah himpunan semua himpunan, maka kardinalitas subhimpunan dari B akan lebih besar dari B himpunan, namun kardinalitas himpunan B harus sama karena himpunan B dan subhimpunan dari B yang sama (Weisstein, Paradoks 1 Cantor). Suatu himpunan tak terhingga dapat dimasukkan ke dalam satu-ke-satu korespondensi dengan satu sama lain, tanpa meninggalkan angka tambahan di himpunan baik, maka dua himpunan memiliki kardinalitas yang sama. Satu-ke-satu korespondensi berarti bahwa untuk himpunaniap anggota dalam satu himpunan, ada anggota yang sesuai pada himpunan kedua. Sebagai contoh, dalam sebuah e-mail dengan profesor saya, Shirley Dr mencatat bahwa himpunan bilangan bulat positif dan himpunan kuadrat sempurna keduanya terbatas dan memiliki hubungan.
3. Paradoks Russell
Paradoks Russell, ditemukan pada awal abad ke-20, memberikan pandangan bahkan lebih umum dari paradoks teori himpunan ditemukan oleh Cantor. Ini menyatakan bahwa R adalah himpunan semua himpunan yang tidak menjadi anggota dari diri mereka sendiri, yang berarti bahwa semua himpunan dalam R tidak mengandung diri mereka sebagai elemen. Pertanyaannya kemudian menjadi, apakah R mengandung dirinya sebagai elemen? Jika kita menganggap bahwa R tidak mengandung sendiri, kemudian oleh R definisi tidak dapat berisi itu sendiri dan sebaliknya. Masalahnya adalah yang paling sering diberikan sebagai paradoks tukang cukur. Misalkan di kota kecil hanya ada satu tukang cukur yang didefinisikan sebagai orang yang mencukur semua orang yang tidak bercukur sendiri. Lalu pertanyaannya adalah "yang mencukur si tukang cukur?" Jika tukang cukur tidak mencukur dirinya sendiri, maka ia tidak menurut definisi. Jika tukang cukur tidak mencukur dirinya sendiri, maka dengan definisi yang dia lakukan (Russell Paradox 3).
Paradoks Cantor dan Russell sangat penting untuk bidang teori himpunan karena mereka disebabkan matematikawan untuk memeriksa asumsi mereka buat sebelumnya. Paradoks ini menunjukkan bahwa teori himpunan pada waktu itu (banyak yang dirancang oleh Cantor) memiliki banyak inkonsistensi karena banyak dari itu murni intuitif dan tidak didasarkan pada semua jenis aksioma atau bukti. Matematikawan ini dipaksa untuk merumuskan sebuah cara untuk membuat teori mengatur lebih konsisten dan untuk memberikan pembatasan yang jelas. Pada 1900-an Ernst Zermelo menyusun tujuh aksioma yang memberikan aturan yang jelas untuk teori himpunan (Katz 809-11). Salah satunya, aksioma pemisahan (atau keteraturan) dihindari dan Russell paradoks Cantori dengan melarang diri menelan himpunan ("Russell's Paradox" 1). Paradoks ini sangat penting bagi perkembangan teori himpunan karena mereka menyatakan perlunya aturan, seperti dalam aljabar atau geometri
Meskipun paradoks yang mengganggu dan membingungkan oleh alam, mereka tetap menjadi penting untuk matematika di mengidentifikasi masalah dan inkonsistensi dalam matematika sepanjang sejarah. Selain itu, dengan menantang pemikiran waktu, paradoks dapat menyebabkan lebih banyak penemuan yang brilian bahkan dalam matematika. Jelas, paradoks telah penting bagi matematika, dan disiplin mungkin tidak berada di tempat seperti sekarang ini tanpa mereka.
D. Contoh Paradoks Sederhana dalam Matematika
1. 1 = 2 (?)
Misal a = b
1. Kalikan kedua ruas dengan 'a': a^2 = ab
2. Kedua ruas dikurang dengan b^2: a^2 - b^2 = ab - b^2
3. Kedua ruas difaktorkan: (a - b) (a + b) = b(a - b)
4. Bagi kedua ruas dengan (a-b): a + b = b
5. Subtitusikan a dengan b: 2b = b
6. Bagi kedua ruas dengan b: 2 = 1 (terbukti 1 = 2)
Tetapi dari referensi blog yang saya baca, ternyata pada saat langkah ke-4 [kedua ruas dibagi dengan (a-b)] itu sama saja kita melakukan pembagian dengan 0. Karena a = b, sehingga a - b = 0. Dan dalam matematika, pembagian dengan 0 itu tidak didefinisikan sehingga pembuktian diatas yang tampaknya benar dan logis ternyata salah. Nah, itulah yang disebut dengan paradoks.
2. Misalnya :
Jika 12 x 0 = 0, lalu apakah 0 : 0 = 12? 12 : 0 = 0?
Jika 1 : 1 = 1, 2 : 2 = 1 , lalu apakah 0 : 0 = 1?
Hal itulah yang dikenal dengan paradoks matematika, karena kebenarannya belum diketahui secara pasti, para ahli hanya menyatakan hasilnya sebagai "tak terdefinisi".
Mungkin seringkali ada di antara kita yang menganggap bahwa 12 : 0 = 0. Padahal, hasilnya tidak diketahui (tak terdefinisi). Jika kita mengatakan bahwa 12 : 0 = 0, maka secara langsung kita mengakui bahwa 0 x 0 = 12, dan ini juga berlaku pada bilangan selain 12. Padahal, sudah jelas bahwa 0 x 0 = 0.
3. Misalnya:
0 : 0 = 1 salah
0 : 0 = 0 salah
yang bener, 0 : 0 = Tak terdefinisi
Mengapa?
OK, coba perhatikan operasi-operasi berikut :
a). 0 : 5 = 0, maka apakah 0 : 0 = 5?
b). 0 : 12 = 0, maka apakah 0 : 0 = 12?
c). 0 : (-1234) = 0, maka apakah 0 : 0 = -1234?
jadi, tidak ada definisi yang jelas untuk nol dibagi nol. Bisa bilangan positif, negatif, atau bahkan tak terbatas (unlimited probability), sehingga tidak mempunyai tetapan atau batasan yang jelas.
Yang sudah jelas cuma 0 x 0 = 0, dan bilangan apapun dikali nol ya hasilnya nol, dan bilangan apapun jika dipangkatkan nol ya hasilnya satu.
[1] http://tiger.towson.edu/~gstiff1/paradoxpaper.html
[2] Dr.Ir.Dali S. Naga, Berhitug: Sejarah dan pengembangannya, (Jakarta :PT GREMEDIA, 1980), hlm.54
[3] Dr.Ir.Dali S. Naga, Berhitug: Sejarah dan pengembangannya, (Jakarta :PT GREMEDIA, 1980), hlm.54
[4] Ibid., hlm.55
[5] Ibid.,
[6] Ibid.,
[7] http://novika-aaj.blogspot.com/2013/02/paradoks-matematika.html
[8] http://tsuzurumiya.blogspot.com/2012/08/paradoks-matematika.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar