BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan sebagai salah satu
bidang yang paling penting untuk dapat mempersiapkan SDM untuk menghadapi era
globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab
Pendidikan semakin tinggi pula yang disertai tantangan dari lingkungan sendiri,
yaitu adanya kesenjangan antara teori dan peraktek, serta meningkatnya
kesadaran konsumen akan kualitas produk (barang dan jasa). Terkait dengan
Pendidikan sebagai salah satu usaha yang terencana untuk mendewasakan manusia
atau menyiapkan sumber daya manusia, maka menjadi landasan isu yang mendasari
kebijakan perintah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi di bidang pendidikan
dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan, yang berarti menempatkan
kehadiran sekolah sebagai suatu institusi yang mandiri dalam menyiapkan sumber
daya manusia bagi pembangunan. Dalam arti bahwa beban pendidikan akan semakin
berat dalam rangka melakukan proses pembinaan potensi manusia yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang menjadi modal dasar dalam pembangunan
Nasional. Oleh karena itu perlu pembahasan lebih lanjut mengenai pendidik
peserta didik, dan kurikulum dalam perspektif filsafat pendidikan islam.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan pendidik dalam pendidikan
islam?
2.
Apa karakteristik pendidik dalam pendidikan islam?
3.
Apa tugas dan tanggung jawab pendidik dalam pendidikan
islam?
4.
Apa yang dimaksud dengan peserta didik dalam pendidikan
islam?
5.
Apa saja sifat yang harus dimiliki peserta didik ?
6.
Apa tugas dan tanggung jawab peserta didik?
7.
Apa yang dimaksud dengan kurikulum dalam pendidikan
islam?
8.
Apa saja asas-asas kurikulum pendidikan islam?
9.
Apa saja ruang lingkup kurikulum pendidikan islam?
10. Apa karakteristik
kurikulum pendidikan islam?
C.
TUJUAN
Dapat mengetahui semua rumusan masalah yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
UNSUR – UNSUR
DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A. ESENSI PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
1. Pengertian Pendidik dalam Pendidikan Islam
Pendidikan
merupakan suatu usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari
aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh
karena itu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan/pertumbuhan,
baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah
tujuan akhir perkembangan/pertumbuhan anak didik (manusia) kepada titik optimal
kemampuannya. Dan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian
yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Tuhan
yang mengabdikan diri kepada-Nya.[1]
Pengertian pendidik secara umum adalah orang
yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik
dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi
peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam.[2]
Menurut kajian pendidikan
Islam, pendidik dalam bahasa arab disebut dengan mu’allim, ustadz, murabbiy,
mursyid, mudarris dan mu’addib, masing-masing dengan makna yang berbeda, sesuai
dengan konteks kalimatnya, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan
makna.[3]
Berdasarkan pengertian di atas, maka
dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif pendidikan Islam ialah orang
yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta
didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas
kemanusiaannya sesuai dengan nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik
dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah
tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak dalam
kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.
2.
Karakteristik Pendidik
Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik
yang membedakan dari orang lain. Dengan karakteristiknya, menjadi ciri dan
sifat yang akan menyatu dalam seluruh totalitas kepribadiannya. Totalitas
tersebut kemudian akan teraktualisasi melalui seluruh perkataan dan
perbuatannya. Dalam hal ini An-Nahlawi, membagi karakteristik pendidik muslim
kepada beberapa bentuk, yaitu:[4]
a.
Tingkah laku dan
pola pikir guru bersifat Rabbani, yaitu orang yang sempurna ilmu dan takwanya
kepada Allah SWT. Jika guru telah memiliki sifat Rabbani, segala kegiatan
pendidikannya bertujuan menjadikan para pelajarnya sebagai orang-orang Rabbani.
b.
Menjalankan
aktivitas pendidikan dengan penuh keikhlasan. Dengan kata lain, dengan
profesinya sebagai pendidik dan dengan keluasan ilmunya, guru hanya bermaksud
mendapatkan keridaan Allah, mencapai, dan menegakkan kebenaran.
c.
Menjalankan
aktivitas pendidikan dengan penuh kesabaran.
d.
Menyampaikan apa
yang diserukan dengan penuh kejujuran. Tanda kejujuran itu ialah ia menerapkan
anjuran pada dirinya sendiri. Jika ilmu dengan amalnya telah sejalan, maka
peserta didiknya akan mudah meniru dan mengikutinya dalam setiap perkataan dan
perbuatannya.
e.
Senantiasa membekali
diri dengan ilmu pengetahuan dan senantiasa terus menerus mempelajari dan
mengkajinya.
f.
Memiliki
kemampuan untuk menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi,
menguasainya dengan baik, serta mampu menentukan dan memilih metode mengajar
yang selaras dengan materi pembelajaran dan situasi belajar-mengajar.
g.
Memiliki
kemampuan pengelolaan belajar yang baik, tegas dalam bertindak serta meletakkan
berbagai perkara secara propesional.
h.
Mampu memahami
kondisi kejiwaan peserta didik yang selaras dengan perkembangannya, sehingga ia
dapat memperlakukan mereka sesuai dengan kemampuan akal dan kesiapan psikis
mereka.
i.
Memiliki sikap
yang tanggap dan responsif terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia
yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola pikir peserta didik. Selain
itu, hendaknya memahami pula berbagai problema kehidupan modern serta cara
Islam menghadapi dan mengatasinya.
j.
Memperlakukan
peserta didik dengan adil, tidak cenderung kepada salah satu golongan dan tidak
melebihkan seseorang atas yang lain, dan segala kebijaksanaan dan tindakannya
ditempuh dengan jalan yang benar.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik Muslim
Dalam Islam,
tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia. Posisi ini
menyebabkan mengapa islam menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu
pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibanding dengan manusia lainnya. Hal ini didasarkan kepada Firman Allah SWT:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ
يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا
تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١
Artinya:
Hai
orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.(QS.
Al Mujadilah: 11)
Secara umum,
tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan
rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi
contoh, membiasakan, dll. Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan
hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Di samping itu,
pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar,
yaitu proses dimana peserta
didik dibina agar dapat merealisasikan seluruh potensi yang dimilikinya secara
maksimal, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat
teraktualisasi secara baik dan dinamis.[5]
Sementara dalam
batasan lain, tugas pendidik dapat dijabarkan dalam beberapa pokok pikiran,
yaitu :[6]
a.
Sebagai pengajar
(instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran, melaksanakan
program yang disusun, dan akhirnya dengan pelaksanaan penilaian setelah program
tersebut dilaksanakan.
b.
Sebagai pendidik
(edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan kepribadian
sempurna (insan kamil), seiring dengan tujuan penciptaan-Nya.
c.
Sebagai pemimpin
(managerial) yang memimpin, mengendalikan diri (baik diri sendiri, peserta didik,
maupun masyarakat), upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian,
pengontrolan, dan partisipasi atas program yang dilakukan.
B. ESENSI PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
1. Pengertian Peserta Didik
Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik
merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan)
dasar yang masih perlu dikembangkan. Disini, peserta didik merupakan
makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai
taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian
lainnya. Dari
segi ruhaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan, dan pikiran yang
dinamis dan perlu dikembangkan. Berikut
ini adalah pengertian peserta didik dari sudut pandang pendidikan Islam, yaitu :[7]
a. Muta’allim
Muta’allim
adalah orang yang sedang diajar atau orang yang sedang belajar. Muta’allim erat
kaitannya dengan mua’allim karena mua’allim adalah orang yang mengajar,
sedangkan muta’allim adalah orang yang diajar.
b. Mutarabbi
Mutarabbi adalah orang yang dididik
dan orang yang diasuh dan orang yang dipelihara.
c. Muta’addib
Muta’addib
adalah orang yang diberi tata cara sopan santun atau orang yang dididik untuk
menjadi orang baik dan berbudi.
Dalam bahasa Indonesia ada
tiga sebutan untuk pelajar, yaitu murid, anak didik dan peserta didik. istilah
murid dalam Islam mengandung arti orang yang sedang belajar, menyucikan diri
dan sedang berjalan menuju Tuhan. Sebutan anak didik mengandung arti guru
menyayangi murid seperti anaknya sendiri, faktor kasih sayang guru terhadap
anak didik adalah satu kunci keberhasilan pendidikan, sedangkan sebutan peserta
didik adalah sebutan yang paling mutakhir, istilah ini menekankan pentingnya
murid berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan demikian perubahan
istilah dari murid ke anak didik kemudian menjadi peserta didik, bermaksud
memberikan perubahan pada peran pelajar dalam proses pembelajaran.[8]
2. Sifat Yang Harus Dimiliki Peserta Didik
Belajar bukanlah aktivitas yang mudah untuk dilakukan.
Meskipun seorang peserta didik telah mendatangi sejumlah guru dan membaca
banyak buku, namun hasil belajar yang baik belum tentu bisa dicapai. Belajar
tidak hanya membutuhkan kehadiran, apalagi dalam arti fisik, tetapi juga
kemauan, kasadaran, kesabaran, dan masih banyak lagi sifat-sifat lain yang
idealnya dimiliki peserta didik. Dalam perspektif Islam, kepemilikan
sifat-sifat itu merupakan prasyarat untuk mempermudah jalannya proses
pembelajaran, berhasilnya pencapaian tujuan, berkahnya ilmu pengetahuan, dan
kemampuan mengamalkan ilmu dalam kehidupan.[9]
Sifat-sifat terpuji yang harus dimiliki setiap
penuntut ilmu pengetahuan antara lain adalah:
a.
Mentauhidkan Allah Swt, dalam arti mengakui dan
meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan bersumber dari-Nya.
b.
Menyiapkan dan mensucikan diri, baik diri jasmani
maupun ruhani, untuk dita’lim, ditarbiyah dan dita’dib oleh Allah Swt.
c.
Peserta didik harus senantiasa mengharapkan keridhaan
Allah Swt dalam aktivitasnya menuntut ilmu pengetahuan.
d.
Peserta didik harus senantiasa berdoa kepada Allah Swt
agar kedalam dirinya senantiasa ditambahkan ilmu pengetahuan.
e.
Setelah ilmu pengetahuan diraih, maka aktualisasi atau
pengalamannya merupakan bentuk konkrit dari akhlak terpuji peserta didik
terhadap Allah Swt.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Peserta Didik
Agar
pelaksanaan proses pendidikan
Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka setiap peserta didik
hendaknya senantiasa menyadari tugas dan kewajibannya. Menurut Asma Hasan Fahmi, diantara tugas dan
kewajiban yang perlu dipenuhi peserta didik adalah:[10]
a.
Peserta didik
hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
b.
Tujuan belajar
hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan.
c.
Memiliki kemauan
yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
d.
Setiap peserta
didik wajib menghormati pendidiknya.
e.
Peserta didik
hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.
Peserta
didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam
proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar, peserta didik adalah
pihak yang ingin meraih cita-cita dan memiliki tujuan dan kemudian ingin
mencapainya secara optimal. Jadi, dalam proses belajar-mengajar yang perlu
diperhatikan pertama kali adalah perserta didik, bagaimana keadaan dan
kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen yang lain.
Menurut Imam al-Ghazali
peserta didik memiliki sepuluh poin kewaiban:[11]
a.
Peserta didik memprioritaskan penyucian diri dari
akhlak tercela dan sifat buruk, sebab ilmu itu bentuk peribadatan hati, shalat
ruhani dan pendekatan batin kepada Allah.
b.
Peserta didik menjaga diri dari kesibukan-kesibukan
duniawi dan berkelan jauh dari tempat tinggalnya
c.
Peserta didik tidak membusungkan dada terhadap orang
alim (guru), melainkan bersedia patuh dalam segala urusan dan bersedia
mendengarkan nasihatnya
d.
Peserta didik hendaknya menghindarkan diri dari
mengkaji variasi pemikiran dan tokoh, baik menyangkut ilmu-ilmu duniawi maupun
ilmu-ilmu ukhrawi
e.
Peserta didik tidak mengabaikan suatu disiplin ilmu
apapun yang terpuji, melainkan bersedia mempelajarinya hingga tahu akan
orientasi dari disiplin ilmu tersebut
f.
Peserta didik dalam
usahanya mendalami suatu disiplin ilmu tidak dilakukan secara sekaligus,
akan tetapi perlu bertahap dan memprioritaskan yang terpenting
g.
Peserta didik tidak melangkah mendalami tahap ilmu
berikutnya hingga ia benar-benar menguasai tahap ilmu sebelumnya
h.
Peserta didik hendaknya mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan dapat memperoleh ilmu yang paling mulia
i.
Tujuan peserta didik dalam menuntut ilmu adalah
pembersihan batin dan menghiasinya dengan keutamaan serta pendekatan diri
kepada Allah serta meningkatkan maqam spiritualnya
j.
Peserta didik mengetahui relasi ilmu-ilmu yang
dikajinya dengan orientasi yang dituju, sehingga dapat memilah dan memilih ilmu
mana yang harus diprioritaskan.
Kesemua
hal di atas cukup penting untuk disadari oleh setiap peserta didik, sekaligus
dijadikan sebagai pegangan dalam menuntut ilmu. Di samping berbagai pendekatan
tersebut, peserta didik hendaknya memiliki kesiapan dan kesediaan untuk belajar
dengan tekun, baik secara fisik maupun mental. Dengan kesiapan dan kesediaan
fisik dan psikis, maka aktivitas kependidikan yang diikuti akan terlaksana
secara efektif dan efisien.
C. ESENSI KURIKULUM DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN
ISLAM
1. Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum telah
dikenal dalam dunia pendidikan dan merupakan istilah yang tidak asing lagi.
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa yunani, yaitu curir yang artinya
pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal
dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno yang mengandung pengertian suatu
jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finis. Dari
kata ini, kurikulum dalam dunia pendidikan diartikan secara sederhana sebagai
jumlah mata pelajaran yang harus diselesaikan anak didik untuk memperoleh
ijazah.[12]
Dalam kosa kata Arab,
istilah yang selalu digunakan untuk menyebutkan kurikulum pendidikan adalah
manhaj منهج)) yang berarti jalan terang yang
harus dilalui pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang didik atau
dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap
mereka.[13]
Kurikulum dapat juga
diartikan menurut fungsinya :
a.
Kurikulum sebagai program studi; kurikulum sebagai
perangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik.
b.
Kurikulum sebagai konten; kurikulum adalah sebagai
data atau informasi yang tertera dalam
buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang
memungkinkan timbulnya belajar.
c.
Kurikulum sebagai kegiatan terencana; kurikulum adalah
merupakan kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan
dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
d.
Kurikulum sebagai hasil belajar;
kurikulum sebagai
seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa
menspesifikasi atau menjelaskan secara terperinci cara-cara yang dituju untuk
memperoleh hasil tersebut, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan
diinginkan.
e.
Kurikulum sebagai reproduksi cultural; kurikulum sebagai
transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan
dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
f.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar; kurikulum sebagai
keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
g.
Kurikulum sebagai produksi; kurikulum sebagai
seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan
terlebih dahulu.
Dari beberapa defenisi
diatas terlihat bahwa kurikulum dirumuskan sebagai sejumlah yang mencakup
berbagai rencana strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar
dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiataan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.
Atau dengan kata lain kurikulum berarti perencanaan pendidikan untuk memberikan
sejumlah pengalaman belajar kepada peserta didik dan proses interaksi
pembelajarannya berlangsung dalam bentuk pengajaran sehingga dapat tercapai
tujuan pendidikan yang tetap ditetapkan.[14]
Dalam rangka mencapai sebuah
hasil yang dicita-citakan dalam dunia pendidikan yang dalam hal ini pendidikan
islam, perlu sebuah kejelasan konsep yang dikonstruksi dari sumber-sumber
ajaran islam, dengan tanpa meninggalkan rumusan para pakar pendidikan yang
dianggap relavan yang kemudian konsep tersebut dituangkan dan dikembangkan
dalam kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan factor yang sangat penting
dalam proses kependidikan dalam suatu lembaga pendidikan Islam. Dengan
kurikulum akan tergambar secara jelas secara berencana bagaimana dan apa saja yang harus terjadi dalam pendidikan.
Dari uraian diatas, jelas
bahwa kurikulum mempunyai peran penting dalam upaya untuk mencapai tujuan
pendidikan. Apalagi ini tujuan pendidikan Islam yang begitu kompleks, seorang
anak didik tidak hanya memiliki kemampuan secara efektif, kognitif maupun
psikomotor, tetapi dalam dirinya harus tertanam sikap dan pribadi yang
berakhlakul karimah.
2. Asas-Asas Kurikulum Pendidikan Islam
Secara etimologi, asas
bermakna hukum
dasar, dasar suatu yang menjadi tumpuan berfikir, atau dasar cita-cita. Kata
ini sebenarnya berasal dari kosa kata bahasa Arab, yaitu al-asas yang
bermakna fundamen (alas, dasar) bangunan atau dapat juga berarti asal,
pangkal, atau dasar dari segala sesuatu. Karenanya, yang dimaksud dengan asas
dalam bahasan ini adalah landasan yang menjadi dasar dalam pembentukan
kurikulum Pendidikan Islam. Dalam konteks ini, bangunan dan semua unsur yang
membentuk bangunan kurikulum pendidikan islam tersebut harus tersusun dan
mengacu kepada suatu sumber kekuatan yang menjadi landasan dalam
pembentukannya. Sumber kekuatan itulah yang disebut dengan asas-asas pembentuk
kurikulum pendidikan islam.[15]
Kurikulum merupakan kekuatan
utama yang mempengaruhi dan membentuk proses pembelajaran. Kesalahan dalam
penyusun kurikulum akan menyebabkan kegagalan suatu pendidikan dan penzaliman
terhadap peserta didik.[16]
Dalam pendidikan Islam ada
usaha-usaha untuk mentransfer dan menanamkan nilai-nilai agama sebagai titik
sentral tujuan dan proses pendidikan islam. Oleh karena itu, Al-Syaibany
mengemukakan bahwa asas-asas umum yang menjadi landasan pembentukan kurikulum
dalam pendidikan islam itu adalah:[17]
a.
Asas Agama
Seluruh sistem
yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakkan
dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang meliputi agidah, ibadah,
muamalah
dan hubungan- hubungan yang berlaku di dalam masyarakat. Hal ini bermakana
bahwa semua itu pada akhirnya harus mengacu pada dua sumber utama syari’at Islam, yaitu al Qur’an dan
Sunnah dan sumber- sumber cabang lainya, seperti ijma’, qiyas, kepentingan umum, dan yang dianggap baik (isrihsan).
Pembentukan
kurikulum pendidikan Islam harus diletakkan pada apa yang telah digariskan oleh
sumber- sumber tersebut dalam rangka menghantarkan peserta didik kepada
pengenalan dan peneguhan syahadah primordialnya kepada Allah SWT dan
pembuktiannya lewat kemampuan menghambakan diri secara kontinum dengan tulus
ikhlas hanya kepada Allah SWT, dan melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah di
muka bumi.
b.
Asas Falsafah
Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan islami. Dengan dasar filosofis, susunan kurikulum
pendidikan islami akan mengandung suatu kebenaran, terutama dari sisi
nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya. Secara umum,
dasar falsafah ini membawa konsekuensi bahwa rumusan kurikulum pendidikan
islami harus beranjak dari konsep ontologi, epistimologi, dan aksiologi yang
digali dari pemikiran rasional yang radikal, sistematis, dan universal para
filosof Muslim, yang sepenuhnya tidak bertentangan dengan nilai- nilai asasi
ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam al- Qur’an dan Sunnah.
c.
Asas Psikologis
Asas ini memberi arti bahwa kurikulum
pendidikan islam harus
disusun dengan mempertimbangkan tahapan- tahapan pertumbuhan dan perkembangan
yang dilalui peserta didik. Kurikulum pendidikan islam harus dirancang sejalan
dengan ciri- ciri perkembangan peserta didik, tahap kematangan bakat-bakat
jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan sosial, kebutuhan dan keinginan, minat,
kecakapan, perbedaan individual dan lain sebagainya yang berhubungan dengan aspek- aspek psikologis
didik.
d. Asas Sosial
Pembentukan kurikulum
pendidikan islami harus mengacu ke arah realisasi diri individu ke dalam
masyarakat. Ini berarti bahwa semua kecenderungan dan perubahan yang telah dan
bakal terjadi dalam berkembangan masyarakat manusia sebagai makhluk sosial
harus mendapat tempat atau perhatian dalam kurikulum pendidikan islam. Hal ini
dimaksudkan agar out-put yang dihasilkan pendidikan islami adalah manusia-
manusia yang mampu mengambil peran dalam masyarakat dan kebudayaan dalam
konteks kehidupan zamannya.
Keempat asas
diatas harus dijadikan landasan dalam pembentukan kurikulum pendidikan islami.
Perlu ditekankan bahwa antara satu asas dengan asas lainnya tidaklah berdiri
sendiri- sendiri, tetapi harus merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga
dapat membentuk kurikulum pendidikan islam yang integral, yaitu kurikulum yang
relavan dengan kebutuhan pengembangan peserta didik dalam unsur ketauhidan,
pengembangan potensinya sebagai khalifah, dan pengembangan kepribadiannya
sebagai individu dan anggota masyarakat.
3. Ruang Lingkup Kurikulum Pendidikan Islam
Secara umum
cakupun kurikulum pendidikan
islam meliputi seluruh kawasan kehidupan manusia muslim, baik dalam ruang
lingkup wilayah kekhilafahan maupun pengabdiannya kepada Allah SWT sebagai makhluk ibadah. Karena itu, dalam
konteks wilayah kekhalifahan manusia, maka kurikulum pendidikan islam harus
memuat tentang:[18]
a. Hakikat manusia
sebagai:
(a) Kreaksi atau
makhluk yang diciptakan Allah swt
(b)
Makhluk yang dianugrahi potensi jismiyah dan ruhiyah
sehingga berkemampuan membelajarkan diri,
(c)
Makhluk yang dipilih sebagai khalifah dimuka bumi yang
diberi tugas untuk memimpin dan memakmurkan kehidupan didalamnya
b.
Kapasitas atau kemampuan manusia dalam meneladani dan
mengembangkan sifat-sifat ketuhanan yang tersimpul dalam al-asma al-husna
kedalam dirinya.
c.
Adab atau akhalak al-kharimah, yakni nilai-nilai
universal untuk menata kehidupan diri sendiri, masyarakat dan alam semesta yang
sejahtera, anggun dan mulia
d.
Al-ilm, yaitu ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia
untuk mampu menjalankan tugas kekhalifahannya, naik ilmu-ilmu yang didatangkan
Allah SWT melalui Nabi dan Rasulnya dialam semesta dan dalam diri manusia, yang
dapat didekati manusia lewat pengindraan, pemikiran, dan eksperimentasi ilmiah.
Karenanya dalam konteks ini, kurikulum pendidikan islam harus memuat ilmu-ilmu
kealaman dan ilmu-ilmu terapan
e.
Sunnah allah, yaitu perubahan dan perkembangan alam
serta kehidupan manusia dimana mereka dipersyarakan untuk membekali diri dengan
ilmu pengetahunan , keterampilan, dan kepribadian agar mampu menyiasati dan
mewarnai perubahan tersebut kearah yang lebih baik.
4. Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam
Secara umum, kurikulum
pendidikan islam dapat dikarakteristikan dengan pencerminan nilai- nilai Islami
yang hasilkan dari pemikiran kefilsafatan dan termanifestasi dalam seluruh
aktivitas dan kegiatan pendidikan. Dalam konteks ini harus dipahami bahwa
karekteristik kurikulum pendidikan Islami senantiasa memiliki keterkaitan yang
dapat dipisahkan dari prinsip- prinsip yang telah
diletakkan Allah Swt dan Rasulnya.
Inilah yang
membedakan kurikulun pendidikan Islami dengan kurikulum pendidikan umum
lainya.
Menurut Al- Syaibaniy,
diantara kurikulum pendidikan islam itu adalah: [19]
a.
Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal
seperti tujuan dan kandungan, kaidah, alat dan tekniknya.
b.
Meluaskan perhatian dan kandungan hingga mencakup
perhatian, perkembangan serta bimbingan terhadap
segala aspek pribadi pelajar
dari segi intelektual, psikologi, sosial dan spritual.
c.
Adanya prinsip keseimbangan antara kandungan kurikulum tentang ilmu dan seni, pengalaman dan
kegiatan pengajar yang bermacam- macam.
d.
Menekankan konsep menyeluruh
dan keseimbangan pada
kandungannya yang tidak hanya terbatas pada ilmu- ilmu teoritis, baik yang
bersifat aqli maupun naqli, tetapi meliputi seni halus, aktivitas pendidikan
jasmani, latihan militer dan bahasa asing.
e.
Keterkaitan antara kurikulum
pendidikan islam dengan minat kemampuan, keperluan dan perbedaaan individu
antara siswa.
Kurikulum tersebut tidak
akan bermakna apapun apabila tidak dilaksanakan dalam situasi dan kondisi
dimana tercita interaksi eduktif yang timbal balik antara pendidik disatu sisi
dengan peserta didik disisi lain.
Aspek kurikulum yang
tertulis dan lebih populer itu sering disebut “stated curriculum” atau “manifested
curriculum”. Adapun aspek kurikulum yang tidak tertulis itu sering disebut
“hidden curriculum” atau unstudied curriculum”.
Karakteristik dari kurikulum
terutama stated curriculum ialah:
a.
Kurikulum harus bersifat fleksibel, mudah diubah menuju
kesempurnaan , sesuai dengan kebutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
b.
Kurikulum adalah merupakan deskripsi atau uraian
tentang rencana atau program yang akan dilaksanakan.
c. Kurikulum biasanya berisi
tentang bermacam-macam bidang study (area of learning)
d. Kurikulum dapat diperuntukkan
bagi seorang pelajar saja atau disusun bagi suatu kelompok yang besar.
e. Kurikulum selalu berhubungan dengan program
dari suatu lembaga pendidikan (educational centre)
Karakteristik kurikulum
sebagai program pendidikan islami sebagai mana dikemukakan diatas selanjutnya
tidak hanya menempatkan peserta didik sebagai objek didik, melainkan juga
sebagai sabjek didik yang memiliki potensi dan sedang berada dalam proses
pengembangan diri menuju kedewasaan sesuai dengan ajaran islam. Karenanya,
kurikulum tersebut tidak akan bermakna apapun apabila tidak dilaksanakan dalam
suatu situasi dan kondisi dimana tercipta interaksi edukatif timbal balik antara pendidik
disatu sisi dengan peserta didik disisi lain. Disinilah ciri khas kurikulum
pendidikan islami yang
memandang peserta didik sebagai makhluk potensial untuk mengembangkan dirinya
sendiri melalui aktivitas kependidikan dan pembelajaran. Pendidikan dan seluruh
komponen kependidikan lainnya termasuk kurikulum hanyalah merupakan media atau
sarana yang dibutuhkan untuk menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan
bagi proses pengembangan itu menuju kesempurnaan atau sesuatu yang dipandang
sempurna.[20]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah
dipaparkan di muka, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa pendidik,
peserta didik dan kurikulum, mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses
pendidikan Islam. Semua komponen tersebut saling berkesinambungan, saling
memenuhi antara fungsi yang satu dengan fungsi yang lainnya. Keoptimalan proses
pendidikan Islam ditentukan oleh bagaimana pendidikan dapat mengoptimalkan
peran kurikulum, pendidik, dan peserta didik maupun lingkungan dalam proses
kegiatan pendidikan dan diantara kesemuanya tidak dapat dipisahkan perannya
untuk dapat mewujudkan tujuan dari pendidikan secara menyeluruh, yaitu
memanusiakan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
H.M, Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta: Bumi Aksara, 2005
Nizar,
Samsul, Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta: Ciputat Pers, 2002
Rasyidin, Falsafah
Pendidikan Islami, Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2012
Salminawati, Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2015
Tafsir,Ahmad. Filsafat
Pendidikan Islami (Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu, Memanusiakan Manusia).
Bandung: Remadja Rosdyakarya, 2006
[3] Dr. Salminawati, MA, filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2015), Hal 126
[4] Dr. Al Rasyidin, M.Ag, Falsafah Pendidikan Islami, (Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2012) Hal 146
[5] Dr. Salminawati, MA, filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2015), Hal 135
[6] Ibid,. Hal 136
[7] Ibid,. Hal 139
[8] Ahmad
Tafsir. Filsafat Pendidikan Islami (Integrasi Jasmani, Rohani dan
Kalbu, Memanusiakan Manusia). (Bandung: Remadja Rosdyakarya, 2006) Hal 165
[10] Salminawati, op.cit, hal 141
[11] Salminawati, op.cit, hal 142
[12] Dr. Salminawati, MA, filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka
Media Perintis, 2015) Hal 144
[13] Dr. Al Rasyidin, M.Ag, Falsafah Pendidikan Islami, (Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2012) Hal 161
[14] Salminawati, op.cit, Hal 145
[15] Dr. Al Rasyidin, M.Ag, Falsafah Pendidikan Islami, (Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2012) Hal 168
[16] Dr. Salminawati, MA, filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka
Media Perintis,2015), Hal 146
[17] Al Rasyidin, op.cit, Hal 169
[18] Salminawati, op.cit, hal 148
[19] Dr. Salminawati, MA, filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka
Media Perintis,2015), Hal 149
[20] Dr. Al Rasyidin, M.Ag, Falsafah Pendidikan Islami, (Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2012) Hal 173
Tidak ada komentar:
Posting Komentar