Senin, 07 Desember 2015

UNSUR – UNSUR DASAR PENDIDIKAN ISLAM ( MAKALAH FILSAFAT)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Pendidikan sebagai salah satu bidang yang paling penting untuk dapat mempersiapkan SDM untuk menghadapi era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab Pendidikan semakin tinggi pula yang disertai tantangan dari lingkungan sendiri, yaitu adanya kesenjangan antara teori dan peraktek, serta meningkatnya kesadaran konsumen akan kualitas produk (barang dan jasa). Terkait dengan Pendidikan sebagai salah satu usaha yang terencana untuk mendewasakan manusia atau menyiapkan sumber daya manusia, maka menjadi landasan isu yang mendasari kebijakan perintah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi di bidang pendidikan dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan, yang berarti menempatkan kehadiran sekolah sebagai suatu institusi yang mandiri dalam menyiapkan sumber daya manusia bagi pembangunan. Dalam arti bahwa beban pendidikan akan semakin berat dalam rangka melakukan proses pembinaan potensi manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang menjadi modal dasar dalam pembangunan Nasional. Oleh karena itu perlu pembahasan lebih lanjut mengenai pendidik peserta didik, dan kurikulum dalam perspektif filsafat pendidikan islam.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan pendidik dalam pendidikan islam?
2.      Apa karakteristik pendidik dalam pendidikan islam?
3.      Apa tugas dan tanggung jawab pendidik dalam pendidikan islam?
4.      Apa yang dimaksud dengan peserta didik dalam pendidikan islam?
5.      Apa saja sifat yang harus dimiliki peserta didik ?
6.      Apa tugas dan tanggung jawab peserta didik?
7.      Apa yang dimaksud dengan kurikulum dalam pendidikan islam?
8.      Apa saja asas-asas kurikulum pendidikan islam?
9.      Apa saja ruang lingkup kurikulum pendidikan islam?
10.  Apa karakteristik kurikulum pendidikan islam?
C.    TUJUAN
Dapat mengetahui semua rumusan masalah yang ada.

BAB II
PEMBAHASAN
UNSUR – UNSUR DASAR PENDIDIKAN ISLAM
A.       ESENSI PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

1.      Pengertian Pendidik dalam Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan suatu usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan/pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan/pertumbuhan anak didik (manusia) kepada titik optimal kemampuannya. Dan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Tuhan yang mengabdikan diri kepada-Nya.[1]
Pengertian pendidik secara umum adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[2]
Menurut kajian pendidikan Islam, pendidik dalam bahasa arab disebut dengan mu’allim, ustadz, murabbiy, mursyid, mudarris dan mu’addib, masing-masing dengan makna yang berbeda, sesuai dengan konteks kalimatnya, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.[3]
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya sesuai dengan nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.


2.      Karakteristik Pendidik
Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang membedakan dari orang lain. Dengan karakteristiknya, menjadi ciri dan sifat yang akan menyatu dalam seluruh totalitas kepribadiannya. Totalitas tersebut kemudian akan teraktualisasi melalui seluruh perkataan dan perbuatannya. Dalam hal ini An-Nahlawi, membagi karakteristik pendidik muslim kepada beberapa bentuk, yaitu:[4]
a.       Tingkah laku dan pola pikir guru bersifat Rabbani, yaitu orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah SWT. Jika guru telah memiliki sifat Rabbani, segala kegiatan pendidikannya bertujuan menjadikan para pelajarnya sebagai orang-orang Rabbani.
b.      Menjalankan aktivitas pendidikan dengan penuh keikhlasan. Dengan kata lain, dengan profesinya sebagai pendidik dan dengan keluasan ilmunya, guru hanya bermaksud mendapatkan keridaan Allah, mencapai, dan menegakkan kebenaran.
c.       Menjalankan aktivitas pendidikan dengan penuh kesabaran.
d.      Menyampaikan apa yang diserukan dengan penuh kejujuran. Tanda kejujuran itu ialah ia menerapkan anjuran pada dirinya sendiri. Jika ilmu dengan amalnya telah sejalan, maka peserta didiknya akan mudah meniru dan mengikutinya dalam setiap perkataan dan perbuatannya.
e.       Senantiasa membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan senantiasa terus menerus mempelajari dan mengkajinya.
f.       Memiliki kemampuan untuk menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi, menguasainya dengan baik, serta mampu menentukan dan memilih metode mengajar yang selaras dengan materi pembelajaran dan situasi belajar-mengajar.
g.      Memiliki kemampuan pengelolaan belajar yang baik, tegas dalam bertindak serta meletakkan berbagai perkara secara propesional.
h.      Mampu memahami kondisi kejiwaan peserta didik yang selaras dengan perkembangannya, sehingga ia dapat memperlakukan mereka sesuai dengan kemampuan akal dan kesiapan psikis mereka.
i.        Memiliki sikap yang tanggap dan responsif terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola pikir peserta didik. Selain itu, hendaknya memahami pula berbagai problema kehidupan modern serta cara Islam menghadapi dan mengatasinya.
j.        Memperlakukan peserta didik dengan adil, tidak cenderung kepada salah satu golongan dan tidak melebihkan seseorang atas yang lain, dan segala kebijaksanaan dan tindakannya ditempuh dengan jalan yang benar. 

3.      Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik Muslim
Dalam Islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia. Posisi ini menyebabkan mengapa islam menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibanding dengan manusia lainnya. Hal ini didasarkan kepada Firman Allah SWT:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al Mujadilah: 11)
Secara umum, tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dll. Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Di samping itu, pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, yaitu proses dimana peserta didik dibina agar dapat merealisasikan seluruh potensi yang dimilikinya secara maksimal, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.[5]




Sementara dalam batasan lain, tugas pendidik dapat dijabarkan dalam beberapa pokok pikiran, yaitu :[6]
a.       Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran, melaksanakan program yang disusun, dan akhirnya dengan pelaksanaan penilaian setelah program tersebut dilaksanakan.
b.      Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan kepribadian sempurna (insan kamil), seiring dengan tujuan penciptaan-Nya.
c.       Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri (baik diri sendiri, peserta didik, maupun masyarakat), upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program yang dilakukan.

B.     ESENSI PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

1.      Pengertian Peserta Didik
Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.  Disini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi ruhaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan. Berikut ini adalah pengertian peserta didik dari sudut pandang pendidikan Islam, yaitu :[7]
a.      Muta’allim 
Muta’allim adalah orang yang sedang diajar atau orang yang sedang belajar. Muta’allim erat kaitannya dengan mua’allim karena mua’allim adalah orang yang mengajar, sedangkan muta’allim adalah orang yang diajar.
b.      Mutarabbi
Mutarabbi adalah orang yang dididik dan orang yang diasuh dan orang yang dipelihara.
c.       Muta’addib
Muta’addib adalah orang yang diberi tata cara sopan santun atau orang yang dididik untuk menjadi orang baik dan berbudi.
Dalam bahasa Indonesia ada tiga sebutan untuk pelajar, yaitu murid, anak didik dan peserta didik. istilah murid dalam Islam mengandung arti orang yang sedang belajar, menyucikan diri dan sedang berjalan menuju Tuhan. Sebutan anak didik mengandung arti guru menyayangi murid seperti anaknya sendiri, faktor kasih sayang guru terhadap anak didik adalah satu kunci keberhasilan pendidikan, sedangkan sebutan peserta didik adalah sebutan yang paling mutakhir, istilah ini menekankan pentingnya murid berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan demikian perubahan istilah dari murid ke anak didik kemudian menjadi peserta didik, bermaksud memberikan perubahan pada peran pelajar dalam proses pembelajaran.[8]
2.      Sifat Yang Harus Dimiliki Peserta Didik
Belajar bukanlah aktivitas yang mudah untuk dilakukan. Meskipun seorang peserta didik telah mendatangi sejumlah guru dan membaca banyak buku, namun hasil belajar yang baik belum tentu bisa dicapai. Belajar tidak hanya membutuhkan kehadiran, apalagi dalam arti fisik, tetapi juga kemauan, kasadaran, kesabaran, dan masih banyak lagi sifat-sifat lain yang idealnya dimiliki peserta didik. Dalam perspektif Islam, kepemilikan sifat-sifat itu merupakan prasyarat untuk mempermudah jalannya proses pembelajaran, berhasilnya pencapaian tujuan, berkahnya ilmu pengetahuan, dan kemampuan mengamalkan ilmu dalam kehidupan.[9]
Sifat-sifat terpuji yang harus dimiliki setiap penuntut ilmu pengetahuan antara lain adalah:
a.       Mentauhidkan Allah Swt, dalam arti mengakui dan meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan bersumber dari-Nya.
b.      Menyiapkan dan mensucikan diri, baik diri jasmani maupun ruhani, untuk dita’lim, ditarbiyah dan dita’dib oleh Allah Swt.
c.       Peserta didik harus senantiasa mengharapkan keridhaan Allah Swt dalam aktivitasnya menuntut ilmu pengetahuan.
d.      Peserta didik harus senantiasa berdoa kepada Allah Swt agar kedalam dirinya senantiasa ditambahkan ilmu pengetahuan.
e.       Setelah ilmu pengetahuan diraih, maka aktualisasi atau pengalamannya merupakan bentuk konkrit dari akhlak terpuji peserta didik terhadap Allah Swt.

3.      Tugas dan Tanggung Jawab Peserta Didik
Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka setiap peserta didik hendaknya senantiasa menyadari tugas dan kewajibannya. Menurut Asma Hasan Fahmi, diantara tugas dan kewajiban yang perlu dipenuhi peserta didik adalah:[10]
a.       Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
b.      Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan.
c.       Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
d.      Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
e.       Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.
Peserta didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar, peserta didik adalah pihak yang ingin meraih cita-cita dan memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Jadi, dalam proses belajar-mengajar yang perlu diperhatikan pertama kali adalah perserta didik, bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen yang lain.
Menurut Imam al-Ghazali peserta didik memiliki sepuluh poin kewaiban:[11]
a.       Peserta didik memprioritaskan penyucian diri dari akhlak tercela dan sifat buruk, sebab ilmu itu bentuk peribadatan hati, shalat ruhani dan pendekatan batin kepada Allah.
b.      Peserta didik menjaga diri dari kesibukan-kesibukan duniawi dan berkelan jauh dari tempat tinggalnya
c.       Peserta didik tidak membusungkan dada terhadap orang alim (guru), melainkan bersedia patuh dalam segala urusan dan bersedia mendengarkan nasihatnya
d.      Peserta didik hendaknya menghindarkan diri dari mengkaji variasi pemikiran dan tokoh, baik menyangkut ilmu-ilmu duniawi maupun ilmu-ilmu ukhrawi
e.       Peserta didik tidak mengabaikan suatu disiplin ilmu apapun yang terpuji, melainkan bersedia mempelajarinya hingga tahu akan orientasi dari disiplin ilmu tersebut
f.       Peserta didik dalam  usahanya mendalami suatu disiplin ilmu tidak dilakukan secara sekaligus, akan tetapi perlu bertahap dan memprioritaskan yang terpenting
g.      Peserta didik tidak melangkah mendalami tahap ilmu berikutnya hingga ia benar-benar menguasai tahap ilmu sebelumnya
h.      Peserta didik hendaknya mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan dapat memperoleh ilmu yang paling mulia
i.        Tujuan peserta didik dalam menuntut ilmu adalah pembersihan batin dan menghiasinya dengan keutamaan serta pendekatan diri kepada Allah serta meningkatkan maqam spiritualnya
j.        Peserta didik mengetahui relasi ilmu-ilmu yang dikajinya dengan orientasi yang dituju, sehingga dapat memilah dan memilih ilmu mana yang harus diprioritaskan.
Kesemua hal di atas cukup penting untuk disadari oleh setiap peserta didik, sekaligus dijadikan sebagai pegangan dalam menuntut ilmu. Di samping berbagai pendekatan tersebut, peserta didik hendaknya memiliki kesiapan dan kesediaan untuk belajar dengan tekun, baik secara fisik maupun mental. Dengan kesiapan dan kesediaan fisik dan psikis, maka aktivitas kependidikan yang diikuti akan terlaksana secara efektif dan efisien.   
C.    ESENSI KURIKULUM DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
1.      Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum telah dikenal dalam dunia pendidikan dan merupakan istilah yang tidak asing lagi. Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finis. Dari kata ini, kurikulum dalam dunia pendidikan diartikan secara sederhana sebagai jumlah mata pelajaran yang harus diselesaikan anak didik untuk memperoleh ijazah.[12]
Dalam kosa kata Arab, istilah yang selalu digunakan untuk menyebutkan kurikulum pendidikan adalah manhaj  منهج)) yang berarti jalan terang yang harus dilalui pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang didik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap mereka.[13]
Kurikulum dapat juga diartikan menurut fungsinya :
a.       Kurikulum sebagai program studi; kurikulum sebagai perangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh peserta didik.
b.      Kurikulum sebagai konten; kurikulum adalah sebagai data atau informasi yang  tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang memungkinkan timbulnya belajar.
c.       Kurikulum sebagai kegiatan terencana; kurikulum adalah merupakan kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
d.      Kurikulum sebagai hasil belajar; kurikulum sebagai seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasi atau menjelaskan secara terperinci cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil tersebut, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
e.       Kurikulum sebagai reproduksi cultural; kurikulum sebagai transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
f.       Kurikulum sebagai pengalaman belajar; kurikulum sebagai keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
g.      Kurikulum sebagai produksi; kurikulum sebagai seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.
Dari beberapa defenisi diatas terlihat bahwa kurikulum dirumuskan sebagai sejumlah yang mencakup berbagai rencana strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiataan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan. Atau dengan kata lain kurikulum berarti perencanaan pendidikan untuk memberikan sejumlah pengalaman belajar kepada peserta didik dan proses interaksi pembelajarannya berlangsung dalam bentuk pengajaran sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan yang tetap ditetapkan.[14]
Dalam rangka mencapai sebuah hasil yang dicita-citakan dalam dunia pendidikan yang dalam hal ini pendidikan islam, perlu sebuah kejelasan konsep yang dikonstruksi dari sumber-sumber ajaran islam, dengan tanpa meninggalkan rumusan para pakar pendidikan yang dianggap relavan yang kemudian konsep tersebut dituangkan dan dikembangkan dalam kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan factor yang sangat penting dalam proses kependidikan dalam suatu lembaga pendidikan Islam. Dengan kurikulum akan tergambar secara jelas secara berencana bagaimana dan apa saja yang harus terjadi dalam pendidikan.
Dari uraian diatas, jelas bahwa kurikulum mempunyai peran penting dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Apalagi ini tujuan pendidikan Islam yang begitu kompleks, seorang anak didik tidak hanya memiliki kemampuan secara efektif, kognitif maupun psikomotor, tetapi dalam dirinya harus tertanam sikap dan pribadi yang berakhlakul karimah.
2.      Asas-Asas Kurikulum Pendidikan Islam
Secara etimologi, asas bermakna hukum dasar, dasar suatu yang menjadi tumpuan berfikir, atau dasar cita-cita. Kata ini sebenarnya berasal dari kosa kata bahasa Arab, yaitu al-asas yang bermakna fundamen (alas, dasar) bangunan atau dapat juga berarti asal, pangkal, atau dasar dari segala sesuatu. Karenanya, yang dimaksud dengan asas dalam bahasan ini adalah landasan yang menjadi dasar dalam pembentukan kurikulum Pendidikan Islam. Dalam konteks ini, bangunan dan semua unsur yang membentuk bangunan kurikulum pendidikan islam tersebut harus tersusun dan mengacu kepada suatu sumber kekuatan yang menjadi landasan dalam pembentukannya. Sumber kekuatan itulah yang disebut dengan asas-asas pembentuk kurikulum pendidikan islam.[15]
Kurikulum merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk proses pembelajaran. Kesalahan dalam penyusun kurikulum akan menyebabkan kegagalan suatu pendidikan dan penzaliman terhadap peserta didik.[16]
Dalam pendidikan Islam ada usaha-usaha untuk mentransfer dan menanamkan nilai-nilai agama sebagai titik sentral tujuan dan proses pendidikan islam. Oleh karena itu, Al-Syaibany mengemukakan bahwa asas-asas umum yang menjadi landasan pembentukan kurikulum dalam pendidikan islam itu adalah:[17]


a.      Asas Agama
Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang meliputi agidah,  ibadah,  muamalah dan hubungan- hubungan yang berlaku di dalam masyarakat. Hal ini bermakana bahwa semua itu pada akhirnya harus mengacu pada dua sumber utama syari’at Islam, yaitu al Qur’an dan Sunnah dan sumber- sumber cabang lainya, seperti ijma’, qiyas, kepentingan umum, dan yang dianggap baik (isrihsan).
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus diletakkan pada apa yang telah digariskan oleh sumber- sumber tersebut dalam rangka menghantarkan peserta didik kepada pengenalan dan peneguhan syahadah primordialnya kepada Allah SWT dan pembuktiannya lewat kemampuan menghambakan diri secara kontinum dengan tulus ikhlas hanya kepada Allah SWT, dan melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah di muka bumi.
b.      Asas Falsafah
Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan islami. Dengan dasar filosofis, susunan kurikulum pendidikan islami akan mengandung suatu kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya. Secara umum, dasar falsafah ini membawa konsekuensi bahwa rumusan kurikulum pendidikan islami harus beranjak dari konsep ontologi, epistimologi, dan aksiologi yang digali dari pemikiran rasional yang radikal, sistematis, dan universal para filosof Muslim, yang sepenuhnya tidak bertentangan dengan nilai- nilai asasi ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam al- Qur’an dan Sunnah.
c.       Asas Psikologis
Asas ini memberi arti bahwa kurikulum pendidikan islam harus disusun dengan mempertimbangkan tahapan- tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui peserta didik. Kurikulum pendidikan islam harus dirancang sejalan dengan ciri- ciri perkembangan peserta didik, tahap kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan sosial, kebutuhan dan keinginan, minat, kecakapan, perbedaan individual dan lain sebagainya yang berhubungan dengan aspek- aspek psikologis didik.
d.      Asas Sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan islami harus mengacu ke arah realisasi diri individu ke dalam masyarakat. Ini berarti bahwa semua kecenderungan dan perubahan yang telah dan bakal terjadi dalam berkembangan masyarakat manusia sebagai makhluk sosial harus mendapat tempat atau perhatian dalam kurikulum pendidikan islam. Hal ini dimaksudkan agar out-put yang dihasilkan pendidikan islami adalah manusia- manusia yang mampu mengambil peran dalam masyarakat dan kebudayaan dalam konteks kehidupan zamannya.
Keempat asas diatas harus dijadikan landasan dalam pembentukan kurikulum pendidikan islami. Perlu ditekankan bahwa antara satu asas dengan asas lainnya tidaklah berdiri sendiri- sendiri, tetapi harus merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat membentuk kurikulum pendidikan islam yang integral, yaitu kurikulum yang relavan dengan kebutuhan pengembangan peserta didik dalam unsur ketauhidan, pengembangan potensinya sebagai khalifah, dan pengembangan kepribadiannya sebagai individu dan anggota masyarakat.
3.      Ruang Lingkup Kurikulum Pendidikan Islam
Secara umum cakupun kurikulum pendidikan islam meliputi seluruh kawasan kehidupan manusia muslim, baik dalam ruang lingkup wilayah kekhilafahan maupun pengabdiannya kepada Allah SWT sebagai makhluk ibadah. Karena itu, dalam konteks wilayah kekhalifahan manusia, maka kurikulum pendidikan islam harus memuat tentang:[18]
a.       Hakikat manusia sebagai:
(a)    Kreaksi atau makhluk yang diciptakan Allah swt
(b)   Makhluk yang dianugrahi potensi jismiyah dan ruhiyah sehingga berkemampuan membelajarkan diri,
(c)    Makhluk yang dipilih sebagai khalifah dimuka bumi yang diberi tugas untuk memimpin dan memakmurkan kehidupan didalamnya
b.      Kapasitas atau kemampuan manusia dalam meneladani dan mengembangkan sifat-sifat ketuhanan yang tersimpul dalam al-asma al-husna kedalam dirinya.
c.       Adab atau akhalak al-kharimah, yakni nilai-nilai universal untuk menata kehidupan diri sendiri, masyarakat dan alam semesta yang sejahtera, anggun dan mulia
d.      Al-ilm, yaitu ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia untuk mampu menjalankan tugas kekhalifahannya, naik ilmu-ilmu yang didatangkan Allah SWT melalui Nabi dan Rasulnya dialam semesta dan dalam diri manusia, yang dapat didekati manusia lewat pengindraan, pemikiran, dan eksperimentasi ilmiah. Karenanya dalam konteks ini, kurikulum pendidikan islam harus memuat ilmu-ilmu kealaman dan ilmu-ilmu terapan
e.       Sunnah allah, yaitu perubahan dan perkembangan alam serta kehidupan manusia dimana mereka dipersyarakan untuk membekali diri dengan ilmu pengetahunan , keterampilan, dan kepribadian agar mampu menyiasati dan mewarnai perubahan tersebut kearah yang lebih baik. 

4.      Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam
Secara umum, kurikulum pendidikan islam dapat dikarakteristikan dengan pencerminan nilai- nilai Islami yang hasilkan dari pemikiran kefilsafatan dan termanifestasi dalam seluruh aktivitas dan kegiatan pendidikan. Dalam konteks ini harus dipahami bahwa karekteristik kurikulum pendidikan Islami senantiasa memiliki keterkaitan yang dapat dipisahkan dari prinsip- prinsip yang telah diletakkan Allah Swt dan Rasulnya. Inilah yang membedakan kurikulun pendidikan Islami dengan kurikulum pendidikan umum lainya.
Menurut Al- Syaibaniy, diantara kurikulum pendidikan islam itu adalah: [19]
a.       Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan dan kandungan, kaidah, alat dan tekniknya.
b.      Meluaskan perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian, perkembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi, sosial dan spritual.
c.       Adanya prinsip keseimbangan antara kandungan kurikulum tentang ilmu dan seni, pengalaman dan kegiatan pengajar yang bermacam- macam.
d.      Menekankan konsep menyeluruh dan keseimbangan pada kandungannya yang tidak hanya terbatas pada ilmu- ilmu teoritis, baik yang bersifat aqli maupun naqli, tetapi meliputi seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer dan bahasa asing.
e.       Keterkaitan antara kurikulum pendidikan islam dengan minat kemampuan, keperluan dan perbedaaan individu antara siswa.
Kurikulum tersebut tidak akan bermakna apapun apabila tidak dilaksanakan dalam situasi dan kondisi dimana tercita interaksi eduktif yang timbal balik antara pendidik disatu sisi dengan peserta didik disisi lain.
Aspek kurikulum yang tertulis dan lebih populer itu sering disebut “stated curriculum” atau “manifested curriculum”. Adapun aspek kurikulum yang tidak tertulis itu sering disebut “hidden curriculum” atau unstudied curriculum”.
Karakteristik dari kurikulum terutama stated curriculum ialah:
a.       Kurikulum harus bersifat fleksibel, mudah diubah menuju kesempurnaan , sesuai dengan kebutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
b.      Kurikulum adalah merupakan deskripsi atau uraian tentang rencana atau program yang akan dilaksanakan.
c.   Kurikulum biasanya berisi tentang bermacam-macam bidang study (area of learning)
d.   Kurikulum dapat diperuntukkan bagi seorang pelajar saja atau disusun bagi suatu kelompok yang besar.
e.   Kurikulum selalu berhubungan dengan program dari suatu lembaga pendidikan (educational centre)
Karakteristik kurikulum sebagai program pendidikan islami sebagai mana dikemukakan diatas selanjutnya tidak hanya menempatkan peserta didik sebagai objek didik, melainkan juga sebagai sabjek didik yang memiliki potensi dan sedang berada dalam proses pengembangan diri menuju kedewasaan sesuai dengan ajaran islam. Karenanya, kurikulum tersebut tidak akan bermakna apapun apabila tidak dilaksanakan dalam suatu situasi dan kondisi dimana tercipta interaksi edukatif timbal balik antara pendidik disatu sisi dengan peserta didik disisi lain. Disinilah ciri khas kurikulum pendidikan islami yang memandang peserta didik sebagai makhluk potensial untuk mengembangkan dirinya sendiri melalui aktivitas kependidikan dan pembelajaran. Pendidikan dan seluruh komponen kependidikan lainnya termasuk kurikulum hanyalah merupakan media atau sarana yang dibutuhkan untuk menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan bagi proses pengembangan itu menuju kesempurnaan atau sesuatu yang dipandang sempurna.[20]



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di muka, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa pendidik, peserta didik dan kurikulum, mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan Islam. Semua komponen tersebut saling berkesinambungan, saling memenuhi antara fungsi yang satu dengan fungsi yang lainnya. Keoptimalan proses pendidikan Islam ditentukan oleh bagaimana pendidikan dapat mengoptimalkan peran kurikulum, pendidik, dan peserta didik maupun lingkungan dalam proses kegiatan pendidikan dan diantara kesemuanya tidak dapat dipisahkan perannya untuk dapat mewujudkan tujuan dari pendidikan secara menyeluruh, yaitu memanusiakan manusia.















DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.M, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2005
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002
Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012
Salminawati,  Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2015
Tafsir,Ahmad. Filsafat Pendidikan Islami (Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu, Memanusiakan Manusia). Bandung: Remadja Rosdyakarya, 2006



[1] H.M. Arifin, M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Hal 11
[2] Dr.H. Samsul Nizar,M.A, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Hal 41
[3] Dr. Salminawati, MA, filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2015), Hal 126
[4] Dr. Al Rasyidin, M.Ag, Falsafah Pendidikan Islami, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012) Hal 146
[5] Dr. Salminawati, MA, filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2015), Hal 135
[6] Ibid,. Hal 136
[7] Ibid,. Hal 139
[8] Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islami (Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu, Memanusiakan Manusia). (Bandung: Remadja Rosdyakarya, 2006) Hal 165
[9] Al Rasyidin, op.cit. Hal 154
[10] Salminawati, op.cit, hal 141
[11] Salminawati, op.cit, hal 142
[12] Dr. Salminawati, MA, filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2015) Hal 144
[13] Dr. Al Rasyidin, M.Ag, Falsafah Pendidikan Islami, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012) Hal 161
[14]  Salminawati, op.cit, Hal 145
[15] Dr. Al Rasyidin, M.Ag, Falsafah Pendidikan Islami, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012) Hal 168
[16] Dr. Salminawati, MA, filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka Media Perintis,2015), Hal 146
[17] Al Rasyidin, op.cit, Hal 169

[18] Salminawati, op.cit, hal 148
[19] Dr. Salminawati, MA, filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Citapustaka Media Perintis,2015), Hal 149
[20] Dr. Al Rasyidin, M.Ag, Falsafah Pendidikan Islami, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012) Hal 173

Tidak ada komentar:

Posting Komentar